Bisnis.com, JAKARTA – Stimulus fiskal Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) selama 6 bulan untuk menangkal dampak ekonomi dari Covid-19 dinilai tidak memiliki pengaruh terhadap daya beli.

Praktisi Perpajakan Ronsianus B. Daur mengatakan stimulus PPh Pasal 21 DTP selama 6 bulan mulai April hingga September 2020 untuk karyawan di sektor manufaktur agak susah diterjemahkan, apalagi di tengah kenaikan harga sembako akibat panic buying. Menurut Rosianus, kebijakan ini hanya membantu masyarakat yang memiliki gaji tinggi.

Contohnya, apabila seorang karyawan mendapatkan gaji sebesar Rp20 juta per bulan dan diasumsikan tidak memiliki tanggungan istri dan anak, maka PPh Pasal 21 DTP yang dinikmati bisa mencapai Rp1,66 juta.
“Untuk karyawan dengan gaji Rp20 juta per bulan mungkin stimulus tersebut agak berpengaruh signifikan, minimal bisa menutupi sedikit lonjakan harga sembako,” katanya, Selasa (17/3/2020).
Hal ini berbeda apabila dibandingkan dengan karyawan yang memiliki gaji sebesar Rp10 juta per bulan dan sudah memiliki tanggungan istri dan anak. Dengan gaji sebesar Rp10 juta per bulan, maka PPh Pasal 21 DTP yang dinikmati oleh karyawan ini hanya sebesar Rp193.750 per bulan.
Untuk kelompok karyawan ini, stimulus PPh 21 DTP tidak memiliki dampak yang signifikan karena terhadap daya beli karena harga kebutuhan pokok juga ikut naik melebihi nominal pajak yang ditanggung oleh pemerintah.
Rosianus menyimpulkan fasilitas PPh Pasal 21 DTP khusus sektor manufaktur tidak perlu diberikan. “Korelasi terhadap daya beli masyarakat akibat dari relaksasi tersebut tidak signifikan, di sisi lain hanya menggerus penerimaan negara dari pajak sebesar 0,46%,” ujar Ronsianus.
Agar tidak mengganggu postur anggaran 2020, pemerintah sebaiknya memangkas belanja yang tidak perlu seperti perjalanan dinas. Belanja jenis ini perlu dialihkan ke belanja yang langsung menyentuh kebutuhan pokok masyarakat akibat Covid-19.