KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Beban pengusaha hiburan bertambah setelah pemerintah menaikkan tarif pajak hiburan menjadi sebesar 40% hingga 75%.

Pengusaha hiburan pun protes dengan kenaikan pajak hiburan ini. Sebab, pajak yang telah mereka bayarkan selama ini sudah cukup besar.

Ketua Bidang Pelatihan dan Pendidikan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Alexander Nayoan menilai tarif pajak hiburan sebesar 40%-75% akan menambah beban usaha. Pasalnya, selama ini pengusaha hiburan harus menyetorkan pajak yang cukup besar ke kantong negara.

Berdasarkan perhitungannya, pajak yang dibayarkan bisa mencapai 90% jika pengenaan pajak hiburan 40% tetap diberlakukan. Ini terdiri dari berbagai macam pajak, seperti pajak penghasilan (PPh) badan, PPh karyawan ditanggung perusahaan, pajak royalti, pajak natura hingga pajak lainnya.

“Kalau pasang lagu bayar pajak lagi. Jadi mereka (pengusaha hiburan) harus bayar pajak lagi untuk karyawan. Sekarang ada peraturan pajak lagi kalau karyawannya terima benefit makan, makanannya itu kena pajak lagi mulai sekarang. Itu ada yang menghitung, kalau 40% uang yang dibayar ke pajak itu sekitar 90%,” ujar Alexander dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (18/1).

Ia tidak bisa membayangkan apabila pajak hiburan yang dikenakan sebesar 50% hingga 60%, maka bisa saja pengusaha hiburan tidak memperoleh keuntungan maupun harus nombok untuk hanya membayar pajak.

“Kalau pajaknya jadi 60%? Nombok kita. (Masak) Kita sudah kerja keras cuma bayarin pajak untuk perusahaan, kita nombok ke perusahaan,” katanya.

“Saya melihatnya di bidang perhotelan di bidang spa. Jadi kira-kira menguntungkan enggak kalau saya melanjutkan usaha saya? tidak,” tandas Alexander lagi.

Alexander khawatir, apabila kebijakan tersebut tetap diterapkan, maka bisa membuat pelaku usaha menutup usahanya dan berdampak pula kepada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya.

“Kalau saya tutup toko, berapa pegawai yang harus saya rumahkan. Saya tidak akan kasih (pesangon) karena saya sudah bangkrut duluan,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Wellness Healthcare Entrepreneur Association (WHEA) Agnes Lourda Hutagulung menambahkan, selain pengusaha harus membayar pajak ke kas negara, mereka juga harus membayarkan beberapa pungutan lainnya kepada beberapa oknum.

Maka itu, ia meminta pemerintah untuk mengenakan pajak 0% terhadap pengusaha spa lantaran bukan termasuk kategori hiburan dan juga membantu pemerintah dalam menekan biaya BPJS Kesehatan.

“Pajak sebaiknya 0%, ada space UU-nya untuk itu. Kenapa 0%, karena etna prana atau welness tourism kegiatan promotion prevention, ini membantu pemerintah di bidang BPJS. Pemerintah tidak sanggup bayar BJPS kalau semua sakit,” kata Agnes.

Artikel ini diambil dari: https://nasional.kontan.co.id/news/plus-pajak-hiburan-pengusaha-hiburan-bisa-bayar-pajak-90-ke-kas-negara