Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo mengungkapkan terbitnya PMK No.210/PMK.010/2018 patut diapresiasi karena sudah cukup lama ditunggu untuk memberi kepastian bagi para pelaku usaha dan fiskus di lapangan.

Secara substansi cukup moderat, karena lebih fokus pada pengaturan hak dan kewajiban yang bersifat umum, dan menekankan registrasi sebagai wajib pajak bagi para pedagang. Tidak ada jenis pajak baru, sehingga kewajiban yang ada terkait PPh, PPh Final PP 23, dan PPN (bagi yang memenuhi syarat).

Hanya saja dia mengakui, Pasal 3 ayat 3 dan 5 PMK, mewajibkan pemilik platform menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) meski termasuk pengusaha kecil tidak sesuai UU PPN, meskipun pewajiban ini dimaksudkan untuk memastikan capturing potensi pajak terlaksana dengan lebih baik.

“Maka perlu sosialisasi dan jalan tengah, termasuk konsekuensi penalti yang akan ditanggung pemilik platform apabila lalai melaksanakan kewajiban,” katanya.

Selain itu, kewajiban pemilik platform menyerahkan laporan rekapitulasi transaksi pedagang juga akan menambah beban administrasi, maka jika biaya administrasi tinggi, sebaiknya ada kompensasi atau fasilitas yang memudahkan pelaporan tersebut.

“Pekerjaan rumah berikutnya adalah pengaturan pengguna digital seperti selebgram/youtubers yang sifatnya self-entrepreneurship dan kewajibannya dilaksanakan secara self assessment,” tukasnya

Ketentuan baru mengenai perlakuan perpajakan bagi e-commerce / dagang-el tak hanya mengatur mengenai mekanisme pemajakannya saja, tetapi juga terkait dengan kewajiban para pelaku usaha dalam aspek kepabenanan.

Seperti yang dijelaskan dalam BAB III PMK.210/PMK.010/2018 disebutkan bahwa impor barang yang transaksinya dilakukan melalui penyedia platform marketplaceyang memiliki nilai pabean sampai dengan Free On Board (FOB) US$1,500 perlakuan perpajakannya dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri ini.

Sementara itu impor barang yang memiliki nilai pabean lebih dari Free On Board (FOB) US$1,500 dan tidak menggunakan skema delivered duty paid (DDP) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai impor barang kiriman.

Adapun penyedia penyedia platform marketplace mengajukan permohonan pendaftaran kepada Kepala Kantor Pabean yang memiliki frekuensi tinggi atas impor barang yang transaksinya dilakukan melalui penyedia tersebut. Dalam proses pendaftaran penyedia platform juga mencantumkan nomor NPWP, nomor Surat Keputusan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, dan nomor surat keterangan terdaftar sebagai WP.

Setelah mendapatkan persetujuan penyedia platform marketplace harus menyampaikan e-invoice untuk setiap pengiriman atas transaksi barang dan e-catalog, kepada Direktorat J enderal Bea dan Cukai.

E-catalog tersebut paling sedikit memuat informasi mengenai uraian barang, kode barang, kategori barang, spesifikasi barang.ga barang, identitas penjual, negara asal barang serta harus dilakukan pemutakhiran atas barang yang terdapat perubahan harga.

Penyedia platform marketplace juga wajib menggunakan skema DDP termasuk wajib menghitung bea masuk dan atau Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) dan bertanggung jawab atas kewajiban penyetoran bea masuk atau PDRI.

Adapun jika penyedia platform tidak memenuhi ketentuan seperti yang disebutkan di atas misalnya tidak menyetor PDRI atau tidak menggunakan skema DDP, Kepala Kantor Kepabeanan bisa saja mencabut persetujuan pendaftaran penyedia platform marketplace.

 

Artikel ini diambil dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20190114/259/878203/sejumlah-pekerjaan-rumah-pemberlakuan-pajak-dagang-el