Bisnis.com, JAKARTA – Wajib pajak peserta tax amnesty (TA) tak luput dari pemeriksaan fiskus.

Dalam surat edaran Direktur Jenderal (Ditjen) Pajak Nomor Nomor SE-14/PJ/2018 yang dikeluarkan pada 19 Juli 2018 lalu, WP peserta tax amnesty tetap bisa diperiksa petugas pajak jika tidak ada kesesuaian isi surat pernyataan.

Penegasan mengenai kemungkinan pemeriksaan ini tampak dalam poin 4 edaran tersebut. Secara umum edaran ini membagi dua mekanisme pengawasan terhadap WP peserta TA yakni pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan untuk masa tahun pajak terakhir.

Proses pengawasan tersebut terutama dilakukan dengan urutan perioritas misalnya terkait kompensasi kelebihan pembayaran pajak dalam SPT, kerugian fiskal dalam SPT hingga pengawasan terhadap pengalihan hak atas harta tidak bergerak berupa tanah atau bangunan, saham dan harta yang dimiliki secara langsung.

Pengawasan ini dilakukan dengan meneliti dan menyandingkan data pada surat keterangan, laporan wajib pajak, dan gateway.

Kedua, jika tidak ditemukan keseuaian data atau informasi mengenai harta yang dilaporkan dalam surat pernyataan atau ketidaksesuaian karena adanya perbedaan nilai, pelunasan uang tebusan dari laporan wajib pajak.

Dalam hal itu, jika wajib pajak tidak menyampaikan tanggapan atas surat peringatan atau menyampaikan tanggapan tetapi diketahui harta WP tidak dipertahankan sesuai ketentuan UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, temuan yang telah diteliti ini bisa ditindaklanjuti dengan pemeriksaan.

Meski demikian, untuk mengantisipasi potensi pelanggaran, Ditjen Pajak telah memperketat proses pelaksanaan pengawasan terhadap wajib pajak (WP) pasca implementasi pengampunan pajak atau tax amnesty dengan mereview secara berkala hasil pengawasan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak hingga tingkat Kantor Wilayah (Kanwil).

Kewenangan review dan monitoring akan dijalankan oleh Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak (PKP) Ditjen Pajak jika ditemukan data yang belum ditindaklanjuti atau ditindaklanjuti dengan diarsipkan. Setelah dilakukan monitoring, Direktur PKP kemudian mengirimkan surat klarifikasi kepada Kepala Kanwil atas keberadaan data-data tersebut.

Sebuah hasil penelitian terhadap WP bisa ditindaklanjuti atau tidak ditindaklanjuti dan lembar pengawasan diarsipkan, jika account representative atau AR menemukan bahwa harta WP diperoleh sejak 1985 – 2015 dan belum dilaporkan dalam SPT PPh.

Supaya efektif, proses monitoring dilakukan secara berjenjang, misalnya setelah surat sampai di tangan Kakanwil, proses klarifikasi juga dilakukan hingga ke tingkatan KPP. Di samping itu, Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur dengan bantuan unit di masing-masing Kanwil dengan melalukan pengawasan internal terhadap pelaksanaan pengawasan WP pasca TA.

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama membenarkan bahwa secara prinsip SE ini hanya mengatur secara internal terkait monitoring pengawasan WP pasca TA.

“Sebelumnya tidak diatur, dengan pengaturan tersebut, pelaksanaan pengawasan WP bisa dilakukan secara akuntabel,” kata Yoga kepada Bisnis, Jumat (27/7/2018).

Adapun, sesuai penjelasan edaran tersebut, prioritas pengawasan terhadap WP pasca TA, adalah WP yang tak mengikuti tax amnesty. Namun demikian, proses pengawasan juga akan dilakukan kepada WP yang telah mengikuti pengampunan pajak dengan melihat pelaksanaan kewajiban perpajakan WP untuk masa setelah tahun pajak terakhir.

“Jadi intinya, pengaturan ini supaya pengawasan terhadap WP pasalca TA bisa dioptimalkan,” ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengungkap bahwa, berdasarkan sejumlah kondisi di lapangan, terdapat wajib pajak yang sebenarnya telah mengikuti pengampunan pajak ikut diperiksa oleh fiskus untuk tahun pajak 2016 dan seterusnya.

Meski dari aspek legalitasnya tetap sah, tetapi aktivitas pemeriksaan terhadap WP peserta pengampunan pajak akan memberikan dampak psikologis. Dalam hal ini, WP seolah tak memiliki kelonggaran supaya berbenah dan bernafas.

“[Pemeriksaan] seharusnya difokuskan ke WP yang bukan peserta pengampunan pajak,” ungkap Prastowo.

Prastowo juga menyinggung, pengujian kepatuhan memang dibenarkan oleh UU. Namun demikian, masa pemeriksaan terhadap wajib pajak yang bukan peserta pengampunan pajak hanya sampai tahu 2019. Kalaupun terpaksa melakukan pemeriksaan, mekanismenya perlu standar yang tinggi supaya lebih adil.

‘Ini bagian dari sense of justice and fairness, jujur saja banyak yang belum patuh pada 2016, padahal pengampunan pajak baru dimulai pertengahan tahun,” tukasnya.

Adapun berdasarkan hasil pengampunan pajak, meski deklarasi harta mencapai Rp4.884 triliun, namun rata-rata WP baru mendeklarasikan 60% dari total harta mereka. Selain itu, dari Rp147 triliun komitmen repatriasi, hanya Rp138 triliun yang terealisasi. Artinya ada selisih Rp9 triliun yang belum direalisasikan.

Otoritas pajak, telah mengimbau kepada WP peserta amnesti pajak supaya memenuhi sejumlah persyaratan pelaporan SPT. Bagi WP yang telah menyatakan akan merepatriasi aset memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan pengalihan dan realisasi investasi harta tambahan secara berkala setiap tahun selama tiga tahun.

Peserta tax amnesty yang mengungkapkan harta tambahan yang berada di dalam negeri memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan penempatan harta tambahan secara berkala setiap tahun selama tiga tahun.

Sedangkan batas waktu penyampaian laporan pengalihan, realisasi investasi dan laporan penempatan harta tambahan mengikuti saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2017 untuk laporan tahun pertama, Tahun Pajak 2018 untuk laporan tahun kedua, dan Tahun Pajak 2019 untuk laporan tahun ketiga.

 

Artikel ini diambil dari http://finansial.bisnis.com/read/20180727/10/821639/peserta-tax-amnesty-tak-luput-dari-pemeriksaan-fiskus