KONTAN.CO.ID –  JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak telah memutar otak guna mengejar penerimaan akhir tahun 2020. Ini mengingat, di kuartal I-2020, Ditjen Pajak sudah gagal menggali penerimaan pajak yang mencatatkan kontraksi dibanding tahun lalu.

Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemnterian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama menyampaikan secara umum otoritas pajak akan meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak (WP) yang tinggi dan pengawasan dan penegakkan hukum yang berkeadilan.

Caranya lewat tiga strategi pengoptimalan penerimaan pajak.

Strategi pertama, penting bagi otoritas untuk melaksanakan fungsi edukasi, ekstensifikasi, pengawasan dan penegakan hukum dalam rangka perluasan basis pajak.

Yoga bilang pendekatan tersebut tetap dijalankan, walaupun kondisi saat ini tidak memungkinkan kegiatan pertemuan langsung atau tatap muka dengan para wajib pajak.

“Jadi untuk ini sementara waktu, semuanya kita lakukan dengan memanfaatkan saluran elektronik seperti telepon, email, online meeting, dan lain-lain,” kata Yoga kepada Kontan.co.id, Kamis (23/4).

Strategi kedua, pemanfaatan berbagai data Ditjen Pajak baik internal maupun eksternal antara lai seperti data keuangan, automatic exchange of information (AEoI), dan data pihak ketiga.

Dari data ini dimanfaatkan untuk menilai tingkat kepatuhan pajak baik secara formal maupun materil. Memang, strategi ini nampaknya banyak hambatan. Tahun ini Ditjen Pajak mematok target kepatuhan formal 80%-85%, tumbuh dari tahun lalu di level 73%.

Sayangnya, bila melihat realisasi surat pemberitahuan tahunan (SPT) belum mencerminkan pertumbuhan. Sebagai gambaran, realisasi SPT sampai dengan 21 April 2020 sebanyak 9,72 juta SPT, turun 16,2% dibandingkan pencapaian periode sama tahun sebelumnya sejumlah 11,6 juta SPT.

Tren penurunan ini terjadi di semua SPT. Pada periode sama, untuk wajib pajak (WP) orang pribadi (OP) hanya mencapai 371.245 SPT, turun 2,8% dari pencapaian sampai 21 April 2019 lalu yakini 382.260 SPT.

Begitu pula dengan realisasi SPT Badan sebagai basis penerimaan pajak terbanyak yang hanya menyampaikan 9,3 SPT, turun 7,9 dibanding periode sama tahun lalu sejumlah 10,1 SPT.

Strategi ketiga, perluasan basis pajak tersebut seperti pemajakan transaksi digital, terutama untuk pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

”Dalam waktu dekat sudah bisa diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk pelaksanaannya,” ujar Yoga.

Rencana tersebut sebelumnya sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19).

Meski demikian, otoritas pajak belum menentukan sistem pajak digital seperti apa yang bakal digunakan. Ini menjadi penting sebab, ketentuan subjek pajak dalam PMSE diganti dari physical presence menjadi significant economic presence.

Artinya selama perusahaan digital luar negeri mengambil manfaat ekonomi dari Indonesia, maka harus bayar pajak. Untuk PPN, perusaah digital yang kehadiran fisiknya berada di luar negeri, diwajibkan menunjuk perwakilan yang ada di Indonesia.

Misalnya, dalam sistem perpajakan internasional yang digadang Organization for Economic Co-opration and Development (OECD) masih menggunakan konsep physical presence sebagai bentuk perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty.

Adapun, realisasi penerimaan pajak sepanjang kuartal I-2020 sebesar Rp 241,6 triliun, kontraksi 2,5% bila dibandingkan realisasi sama tahun lalu senilai Rp 247,7 triliun. Adapun pencapaian Januari-Maret 2020 baru menyumbang 14,7% dari target akhir tahun sebanyak Rp 1.642,6 triliun.

Artikel ini diambil dari: https://nasional.kontan.co.id/news/ini-tiga-jurus-ditjen-pajak-kejar-setoran-penerimaan-pajak-sampai-akhir-tahun?page=all