Bisnis.com, JAKARTA – Perkara pemblokiran layanan pemutaran video on demand Netflix oleh Telkom Group telah berlangsung sejak 2016.
Pemblokiran ini berlaku bagi layanan Telkomsel, Indihome, dan Wifi.id memblokir akses Netflix. Alasan perusahaan pelat merah ini karena Netflix dianggap tidak mematuhi berbagai aturan di Indonesia, termasuk konten berbau pornografi.
Rupanya, Kemenkominfo yang saat itu dipimpin oleh Rudiantara mendukung penuh aksi Telkom Group. Menurut Chief RA keputusan itu adalah aksi korporasi dan hak Telkom Group.
Besar harapan Rudiantara saat itu agar Netflix menjadi Badan Usaha Tetap (BUT). Dengan status BUT, pemerintah dapat mengatur censorship. Selain itu, level playing field bisa tercapai sehingga OTT Indonesia dapat berdaya saing.
Membuat Netflix tunduk dengan aturan di Indonesia bukan hal mudah. Namun, siapa yang sangka Netflix justru mendekati pemerintah dengan cara lain.
Pada awal tahun, Netflix mengucurkan dana senilai US$1 juta atau sekitar Rp14,4 miliar (kurs Rp14.400 per US$) melalui kemitraan strategis dengan Kemendibud.
Aksi ini tidak serta merta memuluskan jalan Netflix. Alih-alih diterima oleh Telkom Group, Netflix justru diincar oleh Kemenkeu yang sejak tahun lalu menegaskan akan memulai memberlakukan pajak digital.
Pada Mei 2020, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu resmi mengumumkan pembelian produk digital dari luar negeri akan kena pajak mulai 1 Juli 2020. Pajak yang dikenakan adalah PPN sebesar 10 persen.
Pajak ini dikenakan kepada pelanggan yang melakukan perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
Aturan tersebut tertuang dalam PMK No.48/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Aturan ini merupakan turunan Pasal 6 Perppu No.1/2020. Lebih lanjut, Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan aturan teknis penerapannya dalam Peraturan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak No.PER – 12/PJ/2020 tentang Batasan Kriteria Tertentu Pumungut Serta Penunjukkan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN atas Barang Kena Pajak (BKP) Tak Berwujud atau Jasa Kena Pajak (JKP) melalui PMSE.
Dengan aturan turunan ini maka pemerintah memberlakukan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap perusahaan digital asing yang beroperasi di Tanah Air.
Penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) yang memiliki nilai transaksi lebih dari Rp600 juta dan jumlah trafik sebanyak 12.000 dalam setahun wajib pungut dan menyetorkan PPN.
Netflix harus memungut PPN dari pelanggannya mulai bulan depan. Tidak perlu waktu lama untuk Menteri Keuangan Sri Mulyani mencari celah pajak digital bagi pelaku PMSE.
Manuver ini semakin kuat ketika dikaitkan dengan kebutuhan penerimaan pajak di tengah pandemi Covid-19 yang mengerus keuangan negara.
Netflix AB bersama Amazon Web Services Inc., Google Asia Pacific Pte. Ltd., Google Ireland Ltd., Google LLC akhirnya bertekuk lutut di hadapan mantan petinggi Bank Dunia.
Enam pelaku usaha itu kemudian menerima surat keterangan terdaftar dan nomor identitas perpajakan sebagai pemungut PPN pada gelombang pertama.
Selang enam hari penetapan PPN PMSE, PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. akhirnya mencopot blokir akses jaringan pengguna terhadap konten Netflix. Perseroan mengumumkan keputusan tersebut melalui keterangan resminya.
Vice President Corporate Communication Telkom Arif Prabowo mengatakan pembukaan akses Netflix ini merupakan apresiasi Telkom dilakukan dengan komitmen Netflix untuk mengikuti sejumlah penyesuaian untuk pasar Indonesia.
“Telkom mengapresiasi perubahan pendekatan yang dilakukan Netflix untuk pasar Indonesia dan karenanya memberi kesempatan pada pelanggan TelkomGroup untuk dapat mengakses beragam konten hiburan,” kata Arif dalam keterangan resminya.
Pendekatan yang dimaksud adalah bahwa Netflix menunjukkan komitmennya untuk serius dapat diterima masyarakat Indonesia melalui langkah-langkah yang dilakukannya, seperti memastikan ketersediaan tools dalam sistem untuk pembatasan akses atas tayangan sensitif dan ketidaksesuaian umur bagi pelanggan (parental control).
Netflix juga menyediakan mekanisme untuk penanganan keluhan pelanggan termasuk segera mungkin mendengar masukan dan bersedia menyelesaikan keluhan dari pemerintah atau regulator dalam waktu 24 jam atau sesuai dengan kurun waktu yang ditentukan oleh pihak yang berwenang.
Selain itu, Netflix menyepakati komitmen kepatuhan pada “Self Regulatory Code for Subscription Video on Demand Industry in ASEAN” di mana salah satu kesepakatannya adalah untuk tidak menayangkan prohibited content yakni konten yang melanggar hak cipta, mengandung pornografi anak, terorisme dan melanggar Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta yang mendiskreditkan kelompok masyarakat tertentu.
Pencabutan ini memicu pertanyaan publik soal keterkaitan keikutsertaan Netflix dalam mendukung penerapan PPN untum PMSE.
Jika ini bukan suatu kebetulan, maka Sri Mulyani telah berhasil. Sekali dayung, dua, tiga pulau terlampaui. Tidak hanya menarik pajak, tetapi dia juga berhasil menyeimbangkan level playing field yang selama ini disoroti para pemain OTT lokal. Pasalnya, pemain OTT asing akhirnya tunduk dengan hukum di Tanah Air.
Jangan senang dulu, langkah besar masih menanti Sri Mulyani ke depan. Pekerjaan rumah selanjutnya adalah bagaimana memungut PPh dari pelaku PMSE asing tersebut. Ini akan menjadi pertarungan yang lebih besar dan melibatkan diplomasi antar negara yang panjang.
Artikel ini diambil dari: https://ekonomi.bisnis.com/read/20200708/259/1263058/cerdik-sri-mulyani-tebar-jaring-pajak-digital-akses-netflix-di-telkom-dibuka-