Bisnis.com, JAKARTA – Konsistensi pertumbuhan penerimaan pajak terjaga di kisaran 16% – 17% seiring adanya perbaikan dalam indikator-indikator penerimaan pajak.
Data Direktorat Jenderal Pajak menunjukan, realisasi penerimaan pajak termasuk PPh migas per Oktober mencapai Rp1.015,6 triliun (71,32%) dari target Rp1.424 trilun atau tumbuh 17,41% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun demikian, jika mengeluarkan komponen PPh migas, posisi penerimaan pajak per Oktober senilai Rp961,6 triliun atau tumbuh 16,86%
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan mengatakan, kinerja penerimaan pajak tersebut membuktikan bahwa, progres penerimaan pajak berangsur membaik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Angka pertumbuhan penerimaan di level 17,41% juga mengonfirmasi bahwa penerimaan pajak telah tumbuh di atas pertumbuhan alamiahnya (PDB ditambah inflasi) yang berada di kisaran 8%.
“Dengan pertumbuhan penerimaan tersebut, ini menunjukan bahwa pertumbuhan penerimaan pajak naik terus,” kata Robert di Jakarta, Jumat (2/11/2018).
Adapun kinerja positif tersebut ditopang oleh realisasi penerimaan semua jenis pajak yang mengalami pertumbuhan di atas 10%. PPh non migas misalnya, realisasi per Oktober kemarin mencapai Rp539,2 triliun atau tumbuh 16,97%, PPN dan PPnBM sebesar Rp404,5 triliun atau tumbuh 14,77%, dan PPh migas senilai Rp42,2 triliun atau tumbuh 28,05%.
Kendati demikian, pertumbuhan penerimaan pajak yang tinggi tersebut tidak sebanding dengan pertumbuhan kepatuhan formal wajib pajak. Pada pekan lalu realisasi kepatuhan formal – dihitung dari jumlah wajib pajak yang menyampaikan SPT – sebanyak 12,15 juta atau 69% dari target 17,6 juta. Meski jumlahnya naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kepatuhan formal WP hanya mampu tumbuh di bawah 1%.
Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Ditjen Pajak Dasto Ledyanto mengatakan bahwa, kepatuhan material memang seringkali tak sejalan dengan kinerja kepatuhan formal wajib pajak. Ada banyak hal yang bisa digunakan untuk menjelaskan soal hal itu. Pertama, meningkatnya kepatuhan pembayaran pajak yang dilakukan oleh WP bisa terjadi karena kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa pajak.
“Karena pemeriksaan pajak dilakukan setelah berakhirnya tahun pajak, sehingga pembayaran yang seharusnya dilakukan tahun lalu dilakukan tahun ini,” jelasnya.
Kedua, peningkatan kepatuhan formal itu juga salah satunya ditopang oleh membaiknya sektor pertambangan yang tahun ini konsisten tumbuh di kisaran 70%. Selain berpengaruh ke sektor penerimaan dari pertambangan, pertumbuhan industri tersebut juga menopang penerimaan pajak di jenis tertentu baik dari aspek PPh 21 dan PPh badan.
“Tetapi terlepas dari hal itu, terkait upaya peningkatan kepatuhan, kami akan mumudahkan pelayanan pajak, supaya pertumbuhannya naik,” jelasnya.
Sementara itu, pengamat pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan meski penerimaan pajak sudah mencapai 71,32%, namun shortfall penerimaan pajak 2018 sudah di depan mata. Pasalnya walau mencatatkan pertumbuhan yang menggembirakan, kontribusi triwulan terakhir selama periode 2013-2017 umumnya berkisar antara 25% – 28% dari target tahunan.
“Dengan memperhatikan tren tersebut, realisasi penerimaan pajak hinga akhir 2018 diperkirakan kurang lebih berada di angka Rp1.300 triliun saja,” ujar Bawono.
Bawono juga mewanti-wanti pemerintah, dengan target penerimaan yang masih meningkat, bukan tidak mungkin risiko penerimaan pajak ke depan masih terbuka lebar. Tahun 2019 misalnya, pemerintah dan DPR telah menyetujui target penerimaan pajak 2019 sebesar Rp1.574 triliun.
“Akan tetapi, adanya ancaman shortfall 2018 sebesar kurang lebih Rp140 triliun, membuat target tersebut menjadi tidak mudah. Penerimaan pajak di 2019 setidaknya harus bertumbuh sekitar 22%,” tukasnya.
Artikel ini diambil dari http://finansial.bisnis.com/read/20181102/10/856128/konsistensi-pertumbuhan-penerimaan-pajak-terjaga