KONTAN.CO.ID – JAKARTA, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan saat ini Indonesia dan anggota G20 tidak bisa menarik pajak penghasilan dari perusahaan digital. Hal tersebut lantaran sikap Amerika Serikat (AS) yang memilih tidak setuju dengan wacana perpajakan digital global.

“Sebetulnya diharapkan Juli 2020 sudah ada kesepakatan. Tapi, AS lakukan langkah untuk tidak menerima dulu. Ini sebabkan perlu dilakukan upaya tambahan agar dua pilar bisa disetujui,” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Juni, Senin (20/7).

Sri Mulyani bilang, konsensus global pajak digital akan mandek di tahun ini setelah melakukan pertemuan dengan anggota G20, kemarin (19/7). Sebelumnya, Menkeu menjelaskan ada dua pilar pajak digital yang akan digunakan seluruh negara sebagaimana yang dicanangkan oleh the Organization for Economic Co-opration and Development (OECD).

OECD melalui inclusive framework, termasuk Indonesia yang merupakan salah satu anggota, telah melakukan diskusi yang intensif untuk mencari solusi jangka panjang pemajakan ekonomi  digital secara multilateral yang mengerucut menjadi dua pilar, yakni unified approach dan Global Anti Base Erosion Proposal (GloBE).

Dari sisi unified approach, skema perpajakannya yakni dengan membagi hak pemajakan dari korporasi yang beroperasi secara digital secara borderless. “Jadi bagaimana membagi penerimaan PPh antar negara berdasarkan operasinya di berbagai negara,” Ujar Menkeu.

Sementara itu, GloBE merupakan ketentuan yang berupaya menanggulangi permasalahan BEPS yang belum diatur dalam BEPS Action Plan. GloBE memberikan hak pemajakan tambahan kepada suatu yurisdiksi atas penghasilan yang dipajaki lebih rendah dari tarif pajak efektif, atau tidak dipajaki sama sekali oleh yurisdiksi lainnya.

Di sisi lain, tahun ini, pemerintah baru bisa memungut pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% dari nilai transaksi barang/jasa digital yang dikonsumsi melalui subjek pajak luar negeri (SPLN). Dengan demikian, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu akan menarik PPN itu per 1 Agustus 2020.

Ketentuan tersebut sebagaimana dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2020 tentang Batasan Kriteria Tertentu Pemungut serta Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Adapun enam pelaku usaha yang telah menerima surat keterangan terdaftar dan nomor identitas perpajakan sebagai pemungut PPN pada gelombang pertama adalah Amazon Web Services Inc., Google Asia Pacific Pte. Ltd., Google Ireland Ltd., Google LLC., Netflix International B.V., dan Spotify AB.

Artikel ini diambil dari: https://nasional.kontan.co.id/news/sri-mulyani-sebut-as-halangi-indonesia-tarik-pajak-digital?page=all