Bisnis.com, BATAM — Jumlah wajib pajak baru terus mencatatkan pertumbuhan setiap tahunnya, hingga 3,85 juta orang pada tahun ini. Namun, wajib pajak baru yang membayar pajak justru mengalami penurunan. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan mencatat bahwa pada Januari—September 2022, terdapat penambahan 3,85 juta wajib pajak baru.
Jumlahnya meningkat dari capaian sepanjang 2021 yakni 3,47 juta wajib pajak baru, atau tumbuh 10,8 persen (year-on-year/YoY). Meskipun begitu, jumlah wajib pajak baru yang melakukan pembayaran pajak ternyata malah berkurang. Sepanjang Januari—September 2022, hanya 385.624 wajib pajak baru yang membayar pajak atau 10,01 persen dari total wajib pajak baru, dengan pembayaran Rp3,2 miliar.
Sepanjang 2021, sebanyak 816.908 wajib pajak baru tercatat membayar pajak, setara dengan 23,5 persen dari total wajib pajak baru. Total pembayaran para wajib pajak baru ini pun jauh lebih tinggi, mencapai Rp7,7 triliun. Penambahan wajib pajak hasil ekstensifikasi pun menunjukkan kondisi serupa.
Pada Januari—September 2022 terdapat 35.934 wajib pajak baru hasil ekstensifikasi, tetapi hanya 4.184 atau 11,6 persen di antara mereka yang membayar pajak, total senilai Rp48,97 miliar. Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Ditjen Pajak Aim Nursalim Saleh menjelaskan bahwa sistem perpajakan di Indonesia adalah berdasarkan penilaian sendiri (self assessment). Mereka melakukan penilaian dan pembayaran sendiri, sedangkan Ditjen Pajak bertugas mengawasi seluruh proses itu.
Wajib pajak yang merasa belum memenuhi kriteria, misalnya karena pendapatannya berada di bawah penghasilan tidak kena pajak (PTKP), maka dia tidak membayar pajak. Berkurangnya pembayar pajak dari total wajib pajak baru diduga berkaitan dengan hal itu. Aim pun menyebut bahwa terdapat kemungkinan sejumlah wajib pajak baru merupakan pencari kerja atau mereka yang baru memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Banyaknya pemegang NPWP baru berarti meningkatkan basis data jumlah wajib pajak baru. Menurut Aim, terdapat kemungkinan mereka belum memperoleh kerja sehingga sudah tercatat sebagai wajib pajak tetapi belum membayar pajak. Terdapat kemungkinan pula mereka terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga belum terjadi pembayaran pajak.
“Bisa jadi [membuat NPWP sebagai] syarat untuk bekerja, tetapi kerja belum beres sudah PHK. Bisa jadi. Ada on and off, akan kami teliti terus,” ujar Aim dalam media briefing Ditjen Pajak, Selasa (29/11/2022) di Batam. Kasubdit Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti pun menilai bahwa ketentuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bisa turut memengaruhi kondisi itu.
UU HPP mengamanatkan UMKM dengan peredaran bruto atau omzet hingga Rp500 juta per tahun tidak perlu membayar pajak penghasilan (PPh). Perluasan basis data membuat jumlah UMKM terdaftar semakin banyak, tetapi mereka yang beromzet di bawah Rp500 juta tidak membayar pajak “Mungkin salah satu penyebabnya adalah wajib pajak UMKM, dia terdaftar tetapi kalau omzetnya tidak sampai Rp500 juta jadi tidak perlu bayar [pajak] kan,” ujar Dwi dalam media briefing Ditjen Pajak. Ditjen Pajak sendiri meyakini bahwa penambahan jumlah wajib pajak akan meningkatkan pembayaran pajak pada masa depan. Peningkatan dapat terjadi baik dari wajib pajak baru yang nantinya memiliki tambahan penghasilan maupun dari proses perluasan basis data yang terus berjalan.
Artikel ini diambil dari: https://ekonomi.bisnis.com/read/20221130/259/1603928/ngenes-wajib-pajak-baru-tambah-terus-tapi-yang-bayar-pajak-sedikit.