KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah nampaknya harus mengkaji ulang rencana untuk menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 2025.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menyampaikan, kenaikan PPN perlu melihat konteks dan situasi perkembangan ekonomi terkini.
Ia mencontohkan, meski didukung momentum Pemilu 2024, Ramadan, dan persiapan Lebaran, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2024 hanya mampu tumbuh 5,11%.
“Di masa puasa saja (pertumbuhan ekonomi kuartal I 2024( nggak bisa menyentuh asumsi makro yang ditetapkan 5,2% (dalam APBN 2024) dan tertekan daya beli terlihat nyata,” tutur Eko kepada Kontan, Minggu (12/5).
Daya beli masyarakat tertahan terbukti dengan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal I 2024 lalu hanya mencapai 4,9%.
Eko menyebut tanda-tanda belum PPN naik, namun konsumsi sudah mulai melambat. Artinya, lanjut Eko kenaikan PPN tahun depan akan jadi batu sandungan target pertumbuhan ekonomi
Selain daya beli masih tertekan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2024 tidak mampu tumbuh lebih tinggi lagi imbas terjadinya putus hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor.
Di samping itu, kondisi nilai tukar juga menjauh dari asumsi ekonomi makro dalam APBN 2025 yang sebesar Rp 15.000 per dolar AS.
Mengutip data Bloomberg, Rabu (8/5) rupiah ditutup melemah tipis ke level Rp 16.047 per dolar AS.
“Maka kenaikan PPN justru akan menjadi blunder bagi upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News