KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Regulasi mengenai pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan jasa agen asuransi, jasa pialang asuransi, dan jasa pialang reasuransi disebut akan membebani perusahaan asuransi dan juga agen.
Seperti diketahui bersama, hal tersebut di atur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 67/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang Reasuransi yang ditetapkan pada 30 Maret 2022 dan mulai berlaku pada 1 April 2022.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Bern Dwyanto menjelaskan, sehubungan dengan terbit dan berlakunya PMK-67/PMK.03/2022 akan terdapat beberapa penyesuaian baik pada sisi administrasi, sistem, maupun biaya yang akan menjadi beban bagi Perusahaan Asuransi.
“Namun demikian, atas kondisi tersebut kami tetap akan mengusahakan agar senantiasa dapat memberikan perlindungan optimal kepada konsumen dengan pengenaan premi yang wajar,” kata Bern kepada kontan.co.id, Senin (9/5).
PMK Nomor 67/PMK.03/2022 ini merupakan salah satu dari empat belas aturan turunan dari ketentuan pada UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan, yang dituangkan dalam peraturan menteri keuangan agar memudahkan wajib pajak dalam memahami dan melaksanakannya.
Ada tiga pokok pengaturan dalam turunan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tersebut. Pertama, sebagai pemungut PPN, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi wajib melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atas pembayaran komisi jasa agen asuransi dan jasa pialang asuransi/reasuransi.
Kedua, PPN dipungut dengan besaran tertentu. Untuk agen asuransi, yaitu 10% x tarif PPN Pasal 7 (1) UU HPP atau 1,1% dikali komisi/fee. Sedangkan untuk broker atau pialang asuransi/reasuransi adalah 20 persen x tarif PPN Pasal 7 (1) UU HPP atau 2,2% dikali komisi/fee.
Ketiga, penyederhanaan administrasi untuk agen asuransi, agen asuransi wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan kemudian dianggap telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP), tidak wajib e-faktur, dan tidak melaporkan SPT Masa PPN.
“Yang harus disiapkan dalam jangka dekat ini adalah bahwa semua agen harus mempunyai NPWP dan setiap perusahaan harus melaporkan potongan pajak dari setiap agen,” ujar Bern.
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Regulasi mengenai pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan jasa agen asuransi, jasa pialang asuransi, dan jasa pialang reasuransi disebut akan membebani perusahaan asuransi dan juga agen.
Seperti diketahui bersama, hal tersebut di atur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 67/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang Reasuransi yang ditetapkan pada 30 Maret 2022 dan mulai berlaku pada 1 April 2022.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Bern Dwyanto menjelaskan, sehubungan dengan terbit dan berlakunya PMK-67/PMK.03/2022 akan terdapat beberapa penyesuaian baik pada sisi administrasi, sistem, maupun biaya yang akan menjadi beban bagi Perusahaan Asuransi.
“Namun demikian, atas kondisi tersebut kami tetap akan mengusahakan agar senantiasa dapat memberikan perlindungan optimal kepada konsumen dengan pengenaan premi yang wajar,” kata Bern kepada kontan.co.id, Senin (9/5).
PMK Nomor 67/PMK.03/2022 ini merupakan salah satu dari empat belas aturan turunan dari ketentuan pada UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan, yang dituangkan dalam peraturan menteri keuangan agar memudahkan wajib pajak dalam memahami dan melaksanakannya.
Ada tiga pokok pengaturan dalam turunan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tersebut. Pertama, sebagai pemungut PPN, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi wajib melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atas pembayaran komisi jasa agen asuransi dan jasa pialang asuransi/reasuransi.
Kedua, PPN dipungut dengan besaran tertentu. Untuk agen asuransi, yaitu 10% x tarif PPN Pasal 7 (1) UU HPP atau 1,1% dikali komisi/fee. Sedangkan untuk broker atau pialang asuransi/reasuransi adalah 20 persen x tarif PPN Pasal 7 (1) UU HPP atau 2,2% dikali komisi/fee.
Ketiga, penyederhanaan administrasi untuk agen asuransi, agen asuransi wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan kemudian dianggap telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP), tidak wajib e-faktur, dan tidak melaporkan SPT Masa PPN.
“Yang harus disiapkan dalam jangka dekat ini adalah bahwa semua agen harus mempunyai NPWP dan setiap perusahaan harus melaporkan potongan pajak dari setiap agen,” ujar Bern.
Artikel ini diambil dari: https://keuangan.kontan.co.id/news/pengenaan-ppn-akan-membebani-perusahaan-asuransi-dan-agen?page=all