Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keungan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2018 tentang Pelaksanaan Pengkreditan Pajak atas Penghasilan dari Luar Negeri.
Beleid ini secara umum mengatur secara detail dari mulai kategori wajib pajak, jenis penghasilan hingga mekanisme pengkreditannya. Aturan ini secara tidak langsung juga menggantikan ketentuan sebelumnya yakni KMK No.164/KMK.03/2002 yang dianggap belum dapat menampung kebutuhan WP dalam negeri dalam melakukan pengkreditan pajak.
Adapun, dalam beleid tersebut ada delapan jenis sumber penghasilan yang dapat dikreditkan. Pertama, penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut
didirikan atau bertempat kedudukan.
Kedua, penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada. Ketiga, penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak.
Keempat, penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut.
Kelima, penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
Keenam, penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada.
Ketujuh, keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada.
Kedelapan, keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.
Selain ketentuan mengenai jenis penghasilan yang bisa dikreditkan, WPDN wajib menggabungkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di Indonesia. Penggabungan penghasilan tersebut dilakukan pada tahun pajak saat penghasilan diperoleh.
Namun demikian, PMK ini juga menekankan bahwa dalam menghitung penghasilan kena pajak, WPDN tidak diperkenankan tidak dapat memperhitungkan kerugian usaha dari cabang atau perwakilan usaha di luar negeri. Termasuk dalam hal ini kerugian lain yang diderita di luar negeri.
Selain itu dalam hal pajak telah dipotong atau telah dikenakan sesuai dengan perjanjian penghindaran pajak berganda atau P3B oleh Indonesia, PPh yang dimaksud juga tidak dapat dikreditkan.
Artikel ini diambil dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20190107/259/876265/ditjen-pajak-rilis-aturan-baru-kredit-pph-luar-negeri