KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama mengatakan pihaknya memperkirakan laporan surat pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh 2020 yang akan dilaporkan oleh wajib pajak (WP) badan tidak mengindikasikan keuntungan perusahaan di tahun lalu. Ini sejalan dengan tekanan ekonomi yang dirasakan dunia usaha akibat dampak pandemi virus corona.
“Memang ini tantangan di tahun ini. Risiko penerimaan pajak tahun lalu WP badan banyak tertekan di SPT Tahunan 2020 yang akan disampaikan hingga April nanti, akan banyak WP melaporkan tidak laba,” kata Yoga dalam acara yang bertajuk Kebijakan Pajak 2021 secara daring, Kamis (28/1).
Alhasil, Yoga mengatakan, data di SPT Tahunan PPh tahun pajak 2020 itu, akan memengaruhi pembayaran massa pajak para WP Badan dalam setoran PPh Pasal 25 pada 2021. Sekaligus, berdampak terhadap penerimaan PPh kurang bayar atau PPh Pasal 29.
“Di DJP sudah memitigasi dengan berbagai strategi walaupun dalam kondisi ini, penerimaan pajak bisa dioptimalkan dengan berbagai peluang yang ada. Namun kami tetap bekerja keras mengejar penerimaan pajak 2021” ujar Yoga.
Pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, apabila SPT Tahunan PPh badan 2020 tidak ada labanya, maka itu akan berat bagi DJP. Sebab selama ini, kontribusi PPh badan yang paling besar dibandingkan jenis pajak lainnya.
Berdasarkan, data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sepanjang 2020 realisasi penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan sebesar Rp 158,25 triliun. Angka tersebut minus 37,8% year on year (yoy) dan hanya mencapai 70,48% dari target sebesar Rp 224,53 triliun.
Namun demikian, kontribusi PPh Pasal 25/29 mencapai 14,78% terhadap realisasi penerimaan pajak tahun lalu sebesar Rp 1.069,98 triliun. Pencapaian ini, memosisikan PPh Pasal 25/29 sebagai jenis penerimaan kedua terbanyak setelah pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri.
“Tentunya, target penerimaan pajak perlu mangalami evaluasi. Kalaupun extra effort, kita hanya bisa melakukan berbagai macam ekstensifikasi dan perbaikan proses bisnis. Intensifikasi tidak cocok pada dengan kondisi pemulihan ekonomi,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (28/1).
Sementara itu, pengamat pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan tahun ini memang masih menjadi periode berat bagi otoritas pajak. Menurutnya, strategi penerimaan pada tahun ini tidak bisa dilepaskan dari kerangka kebijakan fiskal yang ekspansif-konsolidatif secara berimbang.
“Hal ini mengingat masih terdapat risiko kendala dalam pemulihan ekonomi serta menjaga kesinambungan fiskal kita ke depan -terutama dengan melihat daya tahan anggaran pemerintah,” kata Bawono kepada Kontan.co.id, Kamis (28/1)
Meski begitu, Bawono menyampaikan, ada beberapa strategi yang bisa dijalankan. Pertama, mengurangi tax gap terutama dalam melanjutkan perluasan basis pajak.
Kedua, optimalisasi penerimaan pajak dari sektor-sektor yang sifatnya tidak mendistorsi ekonomi. Misalnya mendorong kepatuhan dan kontribusi pajak dari high net worth individual, pajak digital baik yang bersifat lintas yurisdiksi maupun dalam negeri, serta perluasan cukai.
Ketiga, mendesain insentif pajak yang selektif, tepat guna, dan temporer. Keempat, mendorong kepatuhan pajak melalui sistem administrasi berbasis teknologi.
Bawono mengatakan, penerimaan pajak tahun ini berpotensi tidak bisa mencapai target yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 1.229,6 triliun. DDTC Fiscal Research memproyeksikan, penerimaan pajak 2021 dalam dua kondisi, yaitu skenario pesimistis Rp 1.119,9 triliun dan skenario optimistis Rp 1.211,5 triliun. Artinya hanya mencapai 91,1% hingga 98,5% dari outlook penerimaan pajak akhir tahun 2021.
Artikel ini diambil dari: SPT PPh badan berpotensi banyak yang tidak melaporkan laba, ini kata pengamat pajak (kontan.co.id)