KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai awal 2025 memantik protes karena akan makin membebani masyarakat.

Tak hanya kenaikan PPN, ada kebijakan pajak lain yang juga dikeluhkan masyarakat sebelumnya. Salah satunya, perhitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 lewat skema Tarif Efektif Rata-rata (TER).

Di X, sejumlah warga mengeluhkan besarnya potongan pajak yang membuat gaji, tunjangan hari raya (THR) dan bonus yang diterima lebih sedikit dari ekspektasi awal. Kian tinggi penghasilan bruto karyawan tetap, kena efek besar karena skema baru itu.

Atas skema TER, Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro khawatir, lebih besarnya potongan pajak saat masyarakat memperoleh penghasilan tambahan dari bonus akhir tahun akan menahan konsumsi. Sebab, penghasilan yang diterima masyarakat lebih rendah dari ekspektasi.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan sempat menyatakan bahwa akan mengevaluasi skema TER perhitungan PPh 21. Namun, “Perubahan tarif TER PPh 21 dalam kajian internal Ditjen Pajak,” terang Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti saat dihubungi KONTAN, Rabu (20/11).

Asal tahu saja, penggunaan tarif efektif PPh 21 bagi pegawai tetap hanya digunakan dalam melakukan penghitungan PPh Pasal 21 untuk masa pajak Januari-November dengan hanya mengalikan penghasilan bruto sebulan dengan tarif efektif bulanan.

Nah, pada masa Desember akan dilakukan perhitungan yang sama dengan sebelumnya atau tetap menggunakan tarif Pasal 17 huruf a UU PPh.

Hal tersebut sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 serta aturan pelaksanaannya dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023.

Artikel ini diambil dari: https://nasional.kontan.co.id/news/tak-hanya-ppn-12-kebijakan-pajak-ini-juga-dianggap-membebani-masyarakat