Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat menilai langkah pemerintah yang akan menerapkan penggunaan Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak atau NIK KTP jadi NPWP pada 1 Juli 2024 berdampak pada penerimaan pajak. Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar memang tak dapat memberikan angka pasti terkait potensi penerimaan negara yang akan dikantongi pascaimplementasi NIK menjadi NPWP. Namun, dia menilai kebijakan baru tersebut akan berdampak positif kedepannya.
“Apakah berpotensi meningkatkan penerimaan pajak, iya. Tapi seberapa besarkah itu, perlu kita hitung potensinya menggunakan angka,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip Jumat (28/6/2024). Potensi tambahan penerimaan tersebut berangkat dari pemadanan NIK dan NPWP akan memudahkan fiskus untuk menganalisis data dari pihak ketiga. Pasalnya, selama ini NIK yang lebih sering digunakan ketimbang NPWP.
Sebagai contoh, salah satu e-commerce hanya mewajibkan NIK dalam registrasi sebagai pedagangan atau merchant. Kemudian, e-commerce tersebut memberikan data ke DJP sebagai data pihak ketiga. “Tentu, kalau sudah dipadankan akan memudahkan bagi fiskus untuk menguji kepatuhan wajib pajak. Apakah benar dari yang dia [merchant] laporkan dalam SPT?” lanjutnya.
Jika ada yang tidak sesuai, belum dilaporkan misalnya, kemudian hal ini menjadi potensi penerimaan bagi negara. Pemadanan NIK KTP dengan NPWP merupakan langkah strategis yang diambil oleh pemerintah untuk mewujudkan administrasi perpajakan yang lebih efektif dan efisien. Dengan demikian, pemerintah dapat memantau dan mengawasi kewajiban perpajakan masyarakat dengan lebih mudah dan akurat.
Integrasi data ini juga mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan atau duplikasi data, yang seringkali menjadi hambatan dalam sistem administrasi yang terpisah-pisah. Di sisi lain, pemerintah membutuhkan banyak tambahan penerimaan negara untuk mebiayai program-program presiden terpilih Prabowo Subianto. Teranyar, pemerintah perlu mengalokasikan Rp71 triliun tambahan belanja negara untuk makan bergizi gratis yang akan dilakukan secara bertahap mulai tahun depan.
Meningkatkan Kepatuhan Pajak Sebagaimana diketahui, pemerintah masih berkelit dengan kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan kewajibannya. Bahkan, Bank Dunia telah menyoroti hal ini. Dalam laporan terbarunya berjudul Indonesia Economic Prospect edisi Juni 2024, Bank Dunia melihat bahwa rencana pemerintah untuk meningkatkan tarif PPN akan dibatasi oleh basis pajak yang sempit dan diperparah oleh rendahnya kepatuhan.
Reformasi yang diprakarsai melalui UU HPP pada 2021 dapat dilengkapi dengan langkah-langkah jangka pendek dan menengah. Untuk jangka pendek, reformasi dapat dilengkapi dengan ambang batas pajak yang lebih rendah, penghapusan pengecualian pajak, dan perbaikan mekanisme audit untuk meningkatkan kepatuhan.
Dalam jangka menengah, opsi-opsi untuk meningkatkan penerimaan pajak dapat diimplementasikan melalui peningkatan akses dan ketersediaan data pihak ketiga untuk melacak dan memverifikasi pendapatan/penghasilan, serta upaya-upaya untuk memformalkan perekonomian. Untuk itu, Direktorat Jenderal Pajak dalam halaman resminya menuturkan dalam jangka panjang, diharapkan pemadanan NIK dengan NPWP akan mendorong kepatuhan pajak yang lebih tinggi di kalangan masyarakat.
Dengan sistem yang lebih mudah diakses dan dipahami, masyarakat akan lebih termotivasi untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. “Selain itu, integrasi data juga memungkinkan adanya penegakan hukum yang lebih tegas terhadap wajib pajak yang tidak patuh, sehingga menciptakan rasa keadilan dan kepastian hukum di bidang perpajakan,” tulis DJP.
Artikel ini diambil dari: https://ekonomi.bisnis.com/read/20240628/259/1777827/terungkap-ini-kemudahan-pajak-usai-nik-ktp-jadi-npwp-mulai-1-juli.