KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Komisi XI DPR RI bersama pemerintah telah menyepakati kisaran rasio pajak (tax ratio) penerimaan perpajakan berada pada angka 9,92% hingga 10,2% pada 2024.
Angka tersebut sedikit naik dari pengajuan pemerintah yang berada pada rentang 9,91% hingga 10,18%.
Namun, rentang tersebut lebih rendah dari besaran tax ratio dalam target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 yang sebesar 11,69%.
Wakil Ketua Komis XI DPR RI Amir Uskara mengatakan, kenaikan tersebut dilakukan untuk mengoptimalkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) serta mengoptimalkan pendapatan negara.
“Dengan optimalisasi UU HPP, pemerintah akan meningkatkan tax ratio perpajakan di kisaran 9,92% sampai 10,2%. Ada kenaikan sedikit batas bawah dan batas atas,” ujar Amir dalam Rapat bersama Pemerintah, Kamis (8/6).
Dengan begitu, Amir berharap agar penerimaan negara dapat terus mengalami kenaikan secara signifikan sehingga dapat menjaga dan mempertahankan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Pengamat Perpajakan sekaligus Ketua Komite Analisis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan, target yang disepakati DPR RI dan pemerintah tersebut masih relatif bisa tercapai. Terlebih lagi, batas atas target tax ratio tersebut masih dalam kisaran 10%.
Optimisme tersebut muncul lantaran Ajib menilai pemerintah masih mempunyai instrumen kebijakan yang masih bisa dioptimalkan untuk mencapai target tersebut, salah satunya adalah pengenaan pajak karbon.
“Apalagi pemerintah masih punya instrumen untuk menerapkan pajak karbon,” kata Ajib kepada Kontan.co.id, Minggu (11/6).
Selain itu, kata Ajib, pemerintah perlu terus meningkatkan ekstensifikasi wajib pajak dengan pembentukan basis data yang valid dan terintegrasi.
Termasuk pengenaan pajak transaksi digital juga dinilai cukup bagus dan efektif untuk meningkatkan penerimaan pajak.
Kemudian, untuk intensifikasi pajak, perlu dilakukan edukasi pajak sejak dini kepada masyarakat sehingga tingkat kepatuhan wajib pajak semakin meningkat.
“Ke depan, penerimaan pajak bisa bertumpu pada penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN), karena konsumsi ini menjadi penopang signifikan produk domestik bruto (PDB) Indonesia dan juga pajak pajak penghasilan orang pribadi (PPh OP). Dua pos potensi ini bisa lebih diintensifkan,” terangnya.
Sementara itu, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan bahwa target tersebut masih realistis untuk dicapai. Oleh karena itu, pemerintah harus berupaya mengoptimalisasi pengawasan wajib pajak.
Hanya saja, dirinya memberi catatan kepada pemerintah agar tidak menetapkan target penerimaan pajak berdasarkan target tax ratio. Hal ini mengantisipasi terjadinya aggressive tax collection di lapangan.
“Ini kejadian yang lalu-alu. Target penerimaan pajak terlalu tinggi (karena pakai target tax ratio) akhirnya realisasi penerimaan pajak rendah, dan berakhir terjadi aggressive tax collection di lapangan,” katanya.
Sebelumnya, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan, setidaknya rasio pajak di suatu negara harus mencapai angka 15% agar menjadi negara yang sustain untuk memiliki pendanaan yang cukup dan merealisasikan berbagai program pembangunannya.
Untuk itu, Yon bilang, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan terus berupaya agar tax ratio Indonesia bisa menuju ke titik tersebut.
“Dengan kolaborasi seluruh pihak, saya pikir kita mudah-mudahan bisa mencapai titik poin 15% yang sustaible fiskal tadi kondisinya,” terang Yon dalam acara Podcast Cermati, Kamis (29/12) yang lalu.
Sebagai informasi, tax ratio adalah alat persentase atau indikator penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB). Melalui tax ratio ini maka suatu negara mendapat kesimpulan apakah jumlah pajak yang dikumpulkan pada suatu masa berbanding dengan pendapatan nasional.
Artikel ini diambil dari: https://nasional.kontan.co.id/news/target-tax-ratio-2024-naik-hingga-1018-masih-realistis