KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pasca tax amnesty tahun 2016-2017, pemerintah telah mampu menjaring data wajib pajak di lintas negara melalui Automatic Exchange of Information (AEoI). Upaya tersebut berjalan hingga saat ini. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, dengan AEoI, pemerintah terus mendapatkan akses dan informasi data wajib pajak untuk mengejar kewajiban perpajakannnya.
Kata Prastowo, hasilnya, pemerintah telah menindaklanjuti ribuan triliun harta para wajib pajak. Angka tersebut berasal dari sekitar 250.000 laporan pemeriksaan dalam tiga tahun terakhir. “Terakhir ada 400 lebih kasus yang disidik naik kepenuntutan. Kemudian tidak terhitung yang membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan kemudian membayar,” kata Prastowo dalam Indonesia Financial Expo & Forum (IFEF) yang diselenggarakan oleh Redaksi Kontan.co.id, Jumat (22/10).
Sejalan dengan itu, untuk meningkatkan kepatuhan pajak, pemerintah kembali memberikan pengampunan pajak kepada wajib pajak pada 1 Januari 2021 hingga 30 Juni 2021. Agenda tersebut telah tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam hal ini, pemerintah mengusung tema pengampunan pajak tersebut bernama Program Pengungkapan Sukarela (PPS) wajib pajak.
Prastowo menjelaskan, meski pemerintah telah mempunyai segambreng data eksternal dan internal para wajib pajak, tapi pemerintah memberikan kesempatan bagi mereka secara sukarela. Ia menyampaikan PPS berbeda denga tax amnesty lima tahun lalu. Sebab, PPS mencakup peserta tax amnesty yang belum melaporkan sebagian harta bersihnya.
Untuk skema tersebut, tarif PPh Final diberlakukan sebesar 11% untuk harta yang dideklarasikan di luar negeri. 8% untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri. 6% untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN)/hilirisasi/energi baru terbarukan. Lalu, untuk wajib pajak atas harta bersih 2016-2020 juga diberikan relaksasi tarif yang lebih rendah dari ketentuan layer tertinggi pajak penghasilan (PPh) orang pribadi OP dalam UU HPP sebesar 35%.
Adapun tarif yang dibanderol yakni PPH Final sebesar 18% untuk harta yang dideklarasikan di luar negeri. 14% untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri. 12% untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi/energi baru terbarukan.
“Situasi pandemi yang mau bayar pajak banyak, tapi tidak punya uang saat ini, maka direlaksasi. Yang membedakan waktu PPS selama enam bulan terus normal kembali ke aturan-aturan semula,” ujarnya. Prastowo menambahkan, PPS wajib pajak juga memfasilitasi wajib pajak yang tidak terjamak dalam AEoI, seperti harta yang berada dalam tax haven, serta bisnis dalam negeri yang belum tercatat oleh otoritas untuk sukarela melaporkan pajaknya.
Di sisi lain, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Neilmaldrin Noor mengatakan pihaknya kini tengah mempersiapkan aturan pelaksana PPS WP dalam waktu dekat.
Artikel ini diambil dari: https://newssetup.kontan.co.id/news/penjelasan-staf-khusus-menkeu-soal-pemanfaatan-data-aeoi.