KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) mengatakan penerimaan pajak mengalami kontraksi, salah satu penyebabnya yakni akibat insentif pajak dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencatat realisasi penerimaan pajak sepanjang Januari hingga Oktober 2020 sebesar Rp 826,94 triliun, atau setara 68,98,61% dari outlook akhir tahun yang ditargetkan senilai Rp 1.198,82 triliun.
Realisasi penerimaan pajak itu juga menunjukkan pertumbuhan negatif 18,8% year on year (yoy) dibanding periode sama tahun lalu yakni Rp 1.018,44 triliun. Meski begitu, pemerintah musti mengejar penerimaan pajak sejumlah Rp 371,88 triliun guna mencapai target akhir 2020.
“Berbagai jenis pajak mengalami tekanan karena adanya berbagai insentif perpajakan yang diberikan kepada seluruh perekonomian baik itu pajak karyawan, pajak penghasilan (PPh), dan pajak pertambahan nilai (PPN),” kata Menkeu Sri Mulyani dalam Konferensi APBN Laporan Periode Realisasi Oktober, Senin (23/11).
Menkeu memaparkan penerimaan pajak hampir di semua pos jenis pajak mengalami kontraksi sepanjang Januari-Oktober 2020. Adapun untuk pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 minus 4,58%, PPh 22 Impor minus 45,34%, PPh Badan minus 35,01%, PPh Pasal 26 minus 6,04%, dan PPh Final minus 7,42%.
Kemudian, untuk pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri minus 11,05%, serta PPN impor minus 19,61%. Hanya ada satu pos yang mengalami pertumbuhan positif yakni PPh orang pribadi yang positif 1,18%.
“Penerimaan pajak dari berbagai jenis pajak mengalami tekanan, selain karena adanya insentif pajak yang diberikan seluruh perekonomian,” ujar Menkeu.
Adapun untuk realisasi insentif pajak dalam program PEN hingga 18 November 2020 mencapai Rp 44,3 triliun. Angka tersebut baru setara 36,7% terhadap total pagu anggaran senilai Rp 120,6 triliun.
Artikel ini diambil dari: Sri Mulyani sebut penerimaan pajak terkontraksi akibat insentif pajak (kontan.co.id)