Bisnis.com, JAKARTA — Struktur penerimaan yang masih mengandalkan dari membaiknya kinerja komoditas sumber daya alam (SDA) dianggap kurang kuat untuk menjaga kinerja pendapatan negara yang tahun ini tumbuh cukup positif.

Kondisi ini dinilai cukup riskan, apalagi penerimaan dari sektor SDA pergerakannya bisa berubah sewaktu-waktu dan tidak cukup kuat dijadikan bantalan fiskal pada 2019.

Data Kementerian Keuangan menunjukkan hampir semua penerimaan dari sektor komoditas terutama migas menunjukkan kinerja yang cukup moncer.

Penerimaan PPh migas realisasi sampai akhir November senilai Rp59,77 triliun,tumbuh 26,6% atau mencapai 156,7% dari target senilai Rp38,1 triliun. Kinerja apik di sektor komoditas tersebut juga mempengaruhi penerimaan PPh badan yang tercatat Rp209,1 triliun atau tumbuh 22,1%.

Namun demikian, dilihat dari aspek jenis pajaknya justru masih cukup timpang. PPh orang pribadi misalnya, meski secara pertumbuhan masih cukup tinggi yakni pada angka 20,66%, tetapi kontribusinya ke penerimaan pajak masih cukup timpang karena hanya 0,8% dari total penerimaan November atau hanya Rp8,8 triliun. Angka ini jauh dibandingkan dengan penerimaan pajak dari PPh 21 yang dibayar karyawan yang mencapai Rp120,4 triliun.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menjelaskan, memang upaya mengejar target penerimaan masih cukup menantang bagi pemerintah. Namun demikian, menurutnya, hampir semua indikator penerimaan pajak tahun ini diproyeksikan meningkat, tax buoyancy atau elastisitas pertumbuhan penerimaan pajak terhadap pertumbuhan ekonomi akan membaik dari 0,5% menjadi 2%.

Selain itu, pertumbuhan penerimaan pajak pada kisaran 15%-16% menunjukkan stabilitas pertumbuhan penerimaan sejak awal tahun dan berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hanya saja, risiko memang masih terbuka, apalagi untuk tahun ini baik penerimaan pajak maupun penerimaan nonpajak masih cukup terbantu dari membaiknya harga migas.

“Untuk 2019, akan kami handel target itu. Yang mau saya sampaikan adalah ini lebih realistis dibandingkan dengan 2018 yang targetnya lebih dari 20%,” kata Robert, Rabu (12/12/2018).

Jika dirunut ke belakang, shortfall penerimaan pajak terus terjadi selama 10 tahun terakhir. Pada 2008, memang penerimaan pajak sempat menunjukkan perbaikan dengan realisasi yang melebihi target penerimaan. Namun demikian, patut diingat, saat itu ada kebijakan sunset policy, yang menyerupai tax amnesty dan harga komoditas yang masih relatif stabil, sehingga penerimaan pajak masih bisa surplus.

Setelah 2008, terutama 2009,  penerimaan pajak justru jatuh ke titik nadir, dari aspek tax buoyancy justru jatuh cukup dalam hingga berada sekitar minus 0,5%, sempat membaik pada 2011 dan 2012, tetapi kembali memburuk hingga mencapai titik terendah pada 2017 yakni pada angka 0,5%.

Robert sendiri masih cukup yakin bahwa target penerimaan pajak 2019 yang dipatok senilai Rp1.577,6 triliun atau tumbuh pada angka 16,8% masih bisa direalisasikan. Apalagi momen politik akan mendorong konsumsi dan dengan hal itu akan menopang penerimaan pajak baik dari sisi PPh maupun PPN.

 

Artikel ini diambil dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20181213/259/869528/struktur-penerimaan-pajak-masih-rapuh