KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Investasi industri dana pensiun lembaga keuangan (OJK) menunjukkan tren positif. Industri yang dinaungi oleh perbankan dan perusahaan jiwa ini mencatatkan pertumbuhan dari tahun lalu meskipun cenderung melambat.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai September 2018, total investasi industri DPLK mencapai Rp 78,89 triliun, atau naik 5,7% dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp 74,59 triliun.

Portofolio investasi DPLK masih didominasi instrumen deposito Rp 46,86 triliun, lalu mengikuti surat berharga negara (SBN) Rp 13,01 triliun, obligasi korporasi Rp 10,26 triliun, saham Rp 3,11 triliun, sisanya reksadana, sukuk korporasi dan lainnya.

Wakil Perkumpulan DPLK Nur Hasan Kurniawan menyebutkan tren penempatan investasi cenderung ke instrumen investasi yang dinilai lebih aman ketika kondisi pasar modal tengah tertekan. Trennya dari tahun 2012-2018 rata-rata industri DPLK sebesar 64% memilih investasi di pasar keuangan, seperti deposito.

“Investasi DPLK yang memilih adalah peserta secara langsung. Untuk itu, mereka memilih investasi yang risikonya rendah yaitu money market,” kata Hasan kepada Kontan.co.id, Senin (29/10).

Kenaikan total investasi berjalan seiringan dengan pertumbuhan Return on Investment (RoI) DPLK. Tercatat, sampai September RoI DPLK sebesar 4,98%, atau naik dari September tahun lalu yakni 4,73%.

Sayangnya kondisi rupiah yang cenderung melemah ternyata berpengaruh terhadap RoI DPLK Syariah Muamalat. Menurut Pelaksana tugas (Plt) Pengurus DPLK Syariah Muamalat Sulistyowati mengatakan pelemahan rupiah telah membuat kinerja dari instrumen sukuk dan reksadana turut menciut.

“Dari sisi imbal hasil untuk deposito dan sukuk masih rata-rata sesuai target sekitar 8%. Namun harganya jatuh bahkan minus, itu yang bisa membuat RoI juga jatuh,” kata Sulistyowati.

Saat ini DPLK Syariah Muamalat menawarkan tiga paket investasi, pertama paket A, yang berisikan 100% instrumen deposito di bank syariah. Kedua, paket B yang mengkombinasikan deposito dan sukuk atau surat berharga syariah negara (SBSN). Sedangkan ketiga paket C, kombinasi deposito, reksadana syariah dan saham syariah.

Dari tiga paket tersebut, mayoritas nasabah memilih paket A yang memilih risiko lebih rendah. Sampai September 2018, paket A mempunyai porsi sebesar 45,6%, paket B 46,0% dan sisanya paket C.

Sampai akhir tahun, DPLK Syariah Muamalat mematok target imbal hasil investasi sebesar 8%. Namun, realisasi imbal hasil masih jauh dari target, karena terpengaruh kondisi pasar modal yang tertekan.

 

Artikel ini diambil dari https://keuangan.kontan.co.id/news/rupiah-tertekan-industri-dplk-andalkan-instrumen-deposito