Bisnis.com, JAKARTA – Dirjen Pajak Robert Pakpahan mengakui bahwa ketentuan mengenai controlled foreign companny (CFC) rule yang berlaku saat ini terlalu keras diterapkan.

Oleh karena itu, dia merencanakan untuk memperlonggar ketentuan tersebut dan akan diterbitkan pada Maret mendatang. Hal ini dia katakan sesuai menggelar konferensi pers mengenai realisasi APBN 2019 pada bulan Januari.

“Udah ada drafnya, mudah-mudahan ya akhir Maret,” kata Robert, Rabu (20/2/2019) malam.

Berdasarkan catatan Bisnis (11/2/2019) lalu, revisi beleid itu akan membedakan  antara pendapatan yang bersifat pasif dan aktif.  Keputusan untuk merevisi aturan tersebut dilakukan, karena regulasi yang berlaku saat ini dianggap mendistorsi daya saing berusaha. Apalagi mekanisme yang berlaku saat ini mengharuskan pengusaha menyetor PPh kepada Ditjen Pajak atas dividen BULN non – bursa yang belum dibagi.

Selain alasan tersebut, PMK 107/2017 juga dianggap mengangkangi Pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), karena memperluas basis penghitungan pajak atas dividen BULN non-bursa dari semula hanya menyasar ke pengendali langsung kemudian mencakup pengendali tak langsung BULN non bursa.

Padahal, kalau merujuk ke UU PPh, aturan ini  hanya mengatur kepemilikan langsung penyertaan modal WPDN di BULN non-bursa  paling rendah 50% atau secara bersama-sama memiliki dengan WPDN lainnya dengan penyertaan modal minimal 50%.

Robert menjelaskan dalam pengaturan yang baru,proses pemajakannya akan lebih fair akan melihat jenis-jenis penghasilannya apakah masuk kategori penghindaran pajak atau tidak.

“Kalau dia bangun company di sana untuk aktif bangun manufacturing, itu kan harusnya bukan menghindari pajak memang, ekspansi aja itu. Itu intinya sih,” tukasnya.

 

Artikel ini diambil dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20190221/259/891639/revisi-aturan-controlled-foreign-company-terbit-akhir-maret