Bisnis.com, JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyarankan agar pemerintah tidak hanya fokus terhadap penarikan pajak penghasilan (PPh) kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Bhima Yudhistira, Ekonom Indef, menjelaskan sebenarnya pemangkasan yang dilakukan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 merupakan hal yang positif di tengah daya beli masyarakat yang terbilang lesu. Kendati demikian, dia menambahkan bahwa sebagian pelaku UMKM menilai upaya penurunan PPh ini tidak sepenuhnya efektif.

“Hal lain yang penting adalah [pendampingan] terhadap pembukuan,” katanya kepada Bisnis hari ini Senin (2/7/2018).

Seperti diketahui, PP Nomor 23 Tahun 2018 mengatur tentang pemangkasan PPh bagi UMKM dari sebelumnya senilai 1% menjadi hanya sebesar 0,5%. Ada pun UMKM yang terkena aturan tersebut, yakni memiliki penghasilan di bawah Rp4,8 miliar dalam setahun.

Menurutnya, saat ini sebagian UMKM yang umumnya berbisnis secara nonformal masih kesulitan dari segi pencatatan, pembukuan, dan pelaporan sesuai dengan standar. Padahal untuk patuh terhadap pelaporan pajak seperti ini mereka harus memiliki pembukuan yang rapi. Bahkan, kerap UMKM tersebut membutuhkan jasa dari konsultan pajak untuk mengurus hal ini.

“Saya kira idealnya UMKM itu PPh-nya nol, mereka yang penting lapor Surat Pemberitahuan Tahunan [SPT PPh]. Pelaporan SPT cukup sederhana dibandingkan dengan pelaporan pajak. Apalagi nanti pelaporan pajak dicek oleh petugas apakah pembukuannya benar, itu ribet untuk UMKM,” ujarnya.

Dia barharap agar petugas pajak tidak agresif untuk menarik pajak terhadap UMKM. Namun, petugas pajak seharusnya mengadakan konsultasi dan pendampingan terhadap UMKM ini.

Bhima menyampaikan bahwa penerapan PPh final ini tidak bisa dipukul rata kepada seluruh UMKM. Semisal UMKM sektor padat karya itu seharusnya dibebaskan pajak selama jangka waktu tertentu. Sementara itu, UMKM sektor makanan dan minuman serta sebagainya yang berpenghasilan tinggi jangan lepas dari pajak karena dapat menggerus penerimaan.

“Lebih selektif saja agar tidak secara umum ditetapkan,” imbuhnya.

 

Artikel ini diambil dari http://finansial.bisnis.com/read/20180702/10/811731/pph-final-umkm-seharusnya-0-persen-tapi-spt-nya-digali-maksimal