KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah akhirnya menerbitkan juga aturan pajak untuk skema bagi hasil gross split. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2017 tentang Perpajakan Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split ini mulai berlaku pada saat diundangkan pada tangga 28 Desember 2017.

Dengan terbitnya aturan ini, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar bilang Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang bisa langsung menerapkan aturan perpajakan ini adalah Pertamina Hulu Energi untuk Blok ONWJ. Blok ONWJ memang masih menjadi satu-satunya blok migas yang sudah menerapkan skema bagi hasil gross split.

Secara keseluruhan, PP Pajak Gross Split ini memuat beberapa poin penting seperti tertuang dalam Pasal 9 hingga Pasal 12. Aturan Pasal 9 ayat 2 berbunyi “Pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dilakukan pada masa Produksi Komersial dibebankan sebagai biaya melalui penyusutan atau amortisasi.

Dalam Pasal 10 tertulis Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud yang dilakukan pada masa Produksi Komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian yang menurun selama masa manfaat yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus.

Penyusutan dimulai pada bulan harta tersebut digunakan (placed into service). Perhitungan penyusutan dilakukan sesuai kelompok, tarif, dan masa manfaat sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

Dalam hal harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan lagi akibat kerusakan karena faktor alamiah atau keadaan kahar, jumlah nilai sis buku harta berwujud langsung dapat dibebankan sebagai biaya operasi.

Pasal 11 ayat 1 berbunyi Amortisasi atas pengeluaran selain harta berwujud sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat 1 yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dilakukan pada masa produksi komersial, dihitung dengan metode satuan produksi.

“Amortisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai pada bulan dilakukan pengeluaran,”bunyi Pasal 11 ayat 2.

Pasal 12 menyebut Pengeluaran yang dilakukan sebelum dimulainya Produksi Komersial baik berupa harta berwujud maupun tidak berwujud dikapitalisasi dan diamortisasi yang dipercepat dengan metode satuan produksi.

Amortisasi dimulai pada bulan Produksi Komersial. Terhadap pengeluaran dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan untuk menetapkan besarnya biaya yang dikapitalisasi.

Ketentuan mengenai loss carry forward pun tercantum dalam Pasal 18 ayat 2. “Dalam hal penghasilan setelah pengurangan biaya operasi didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 10 (sepuluh) tahun.

Dalam Pasal 25, Pemerintah menjabatkan seluruh insentif yang bisa didapat Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan adanya aturan pajak gross split ini. Dalam Pasal 25 ayat 1 disebutkan pada tahap Eksplorasi dan eksploitasi sampai dengan saat dimulainya produksi komersial, Kontraktor diberikan fasilitas meliputi pembebasan pungutan bea masuk atas impor barang yang digunakan dalam rangka operasi perminyakan

Kontraktor juga diberikan fasilitas pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang terutang tidak dipungut atas : perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak; impor barang kena pajak; pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean; dan/atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

Sementara itu, untuk yang digunakan dalam rangka operasi perminyakan; tidak dilakukan pemungutan pajak penghasilan Pasal 22 atas impor barang yang telah memperoleh fasilitas pembebasan dari pungutan bea masuk dan atau pengurangan pajak bumi dan bangunan sebesar 100% dari pajak bumi dan bangunan minyak dan gas bumi terutang yang tercantum dalam surat pemberitahuan pajak terutang.

Pasal 25 ayat 2 menyebutkan terhadap fasilitas perpajakan yang telah diberikan yang peruntuaknnya tidak dalam rangka oeprasi perminyakan, wajib dibayar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas diatur dengan Peraturan Menteri,”bunyi pasa 25 ayat 3.

Ada juga insentif lainnya seperti tertuang dalam Pasal 26 ayat 3, “Pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (cost sharing) oleh Kontraktor dalam rangka pemanfaatan barang milik negara di bidang hulu Minyak dan Gas Bumi dikecualikan dari pemotongan pajak penghasilan dan tidak dikenakan pajak pertambahan nilai.

Terakhir, dalam pasal 27 disebutkan pembebanan alokasi biaya tidak langsung kantor pusat tidak dilakukan pemotongan pajak penghasilan dan tidak dikenai pajak pertambahan nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.