Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat kemampuan pemerintah daerah (pemda) atau collection ratio untuk mengumpulkan potensi pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) baru mencapai kisaran 50% hingga 60%.

Oleh karena itu, pemda perlu meningkatkan local tacing power melalui pemanfaatan basis modernisasi untuk perluasan basis PDRD.

Ketua Komite Analisis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan, ada beberapa hal mendasar yang menjadi penyebab belum optimalnya kemampuan pemda dalam mengumpulkan pajak daerah.

Pertama, perihal database yang belum terintegrasi. Misalnya untuk pajak restoran, pemerintah daerah belum memiliki instrumen yang maksimal untuk mengetahui omzet restoran secara akurat, sehingga sulit mengukur tax compliance wajib pajak.

Kedua, terkait kemampuan sumber daya manusia (SDM). Ajib bilang, pegawai pemda adalah lintas dinas yang mempunyai kapasitas sangat beragam. Berbeda dengan pajak pusat di bawah Kementerian Keuangan yang relatif seragam dalam hal keuangan.

Ketiga, permasalahannya adalah pada regulasi. Pasalnya, antar daerah mempunyai regulasi yang bisa sangat berbeda dalam menggunakan instrumen fiskal.

Dalam hal ini, apakah untuk berorientasi pada pengumpulan uang semaksimal mungkin, sebagai fungsi budgeteir, atau mengoptimalkan untuk lebih mendorong daya ungkit ekonomi, atau sebagai regulerend.

“Contoh selama masa pandemi diskon pajak bumi dan bangunan (PBB) bisa mencapai 50% di beberapa daerah. Atau pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) ada diskon khusus agar lebih memicu transaksi properti daerah,” ujar Ajib kepada Kontan.co.id, Selasa (17/10).

Permasalahan terakhir adalah pemahaman perpajakan yang relatif rendah dikalangan masyarakat serta pemerintah daerah mempunyai sumber daya yang terbatas untuk memberikan edukasi perpajakan.