KONTAN.CO.ID – SURABAYA. Dua bulan terakhir banyak rumah sakit yang bermitra dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak menerima pembayaran peserta BPJS yang tertanggung.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengungkapkan, pihaknya telah menggelar rapat dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), dan pihak terkait lainnya terkait tunggakan-tunggakan yang belum dibayarkan ke rumah sakit yang bekerja sama.

Rapat tersebut menghasilkan review kedua, di mana BPJS Kesehatan akan kembali mendapatkan suntikan dana sebesar Rp 5,6 triliun, untuk melunasi tunggakan-tunggakan tersebut.

“Jadi hasil review kedua yang baru bersifat sementara itu adalah sudah diputuskan pemerintah akan menyuntik lagi dana subsidi Rp 5,6 triliun. Jadi ini akan segera berproses untuk membayar tagihan rumah sakit yang jatuh tempo,” kata Fahmi ditemui Surya.co.id (surabaya.tribunnews.com) di Universitas Airlangga Surabaya, Senin (26/11).

Fahmi menjelaskan, review kedua tersebut merupakan lanjutan dari pertama yang dihasilkan sekitar dua bulan lalu.

Di mana saat itu hasil review pertama memutuskan pemerintah menyuntik dana tambahan Rp 4,9 triliun.

Dana itu sudah dibayarkan kepada rumah sakit yang ditunggak, hanya saja belum melunasi semua tunggakan.

Terkait suntikan dana tambahan tersebut, lanjut Fahmi, BPJS Kesehatan sudah mengirimkan surat ke Kemkeu terkait proses administratif pencairan dana tersebut. Proses administratif tersebut terkait penggunaan dana pemerintah yang besar itu.

Fahmi berjanji, begitu suntikan dana tambahan tersebut cair, pihaknya akan segera mengoptimalkannya untuk membayar tunggakan-tunggakan rumah sakit beserta denda-denda yang sesuai ketentuan.

Dana tersebut akan segera didistribusikan ke rumah sakit seluruh Indonesia sesuai dengan tagihan-tagihan masuk yang sudah diverifikasi.

“Kami mohon kepada rumah sakit untuk tetap melayani dengan baik. Komitmen ini komitmen kami bersama untuk tetap menjaga program ini tetap berkelanjutan,” ujar Fahmi.

Siapkan sanksi bagi peserta telat iuran

Sebelumnya, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional Zainal Abidin mengatakan seluruh sistem keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan harus diperbaiki mulai dari iuran, pembiayaan fasilitas kesehatan, hingga mempersiapkan dana cadangan agar bisa berkelanjutan.

“Harus ada dana cadangan, tarifnya diperbaiki, iuran diperbaiki,” kata Zainal di Probolinggo, Kamis.

Dia menjelaskan perbaikan harus dimulai dari menentukan paket layanan kesehatan yang akan diberikan kepada peserta, tentukan tarif pembiayaan, menentukan besaran iuran peserta, yang seluruhnya harus sesuai antara pemasukan dengan pengeluaran agar terjadi keseimbangan.

Jika ke depan iuran sudah sesuai dengan nilai aktuaria, Zainal mengatakan BPJS Kesehatan tidak akan mengalami defisit.

Bahkan, BPJS Kesehatan bisa mendapatkan keuntungan dari iuran yang dibayarkan peserta bila pembiayaan lebih sedikit dari total iuran masuk.

“Jika semuanya sudah baik, normal, terkendali, iuran yang masuk bisa jadi saldo dari BPJS. Dan tidak usah khawatir karena ini jaminan sosial, kalau ada keuntungan akan dikembalikan ke peserta dalam bentuk pelayanan,” kata dia.

Namun Zainal juga tidak menampik bahwa tingkat kolektibilitas iuran BPJS Kesehatan saat ini masih belum optimal dan perlu ditingkatkan.

Dia menilai hal tersebut terjadi karena tidak ada sanksi yang diberikan kepada peserta yang tidak melaksanakan kewajiban membayar iuran.

“Jadi ada kewajiban tapi tidak ada sanksi. Ada sanksinya seperti tidak bisa bikin SIM dan yang lain, tapi bukan BPJS yang memberikan sanksi,” kata dia.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan disebutkan BPJS Kesehatan hanya memberikan sanksi berupa teguran tertulis dan denda 0,1% kepada peserta yang menunggak iuran.

Sanksi yang lebih berat diberikan bagi peserta yang menunggak iuran yaitu tidak bisa mengakses layanan publik seperti pembuatan SIM, Paspor, Izin Mendirikan Bangunan, dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).

Namun sanksi tersebut bukan dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan, melainkan dari instansi terkait yaitu Polri dan pemerintah daerah. Dan hingga kini belum ada sanksi tersebut yang diterapkan bagi peserta yang menunggak iuran JKN.

Zainal yang merupakan mantan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia berpendapat bahwa pemerintah harus sesegera mungkin memberikan suntikan dana kepada BPJS Kesehatan untuk menutup sisa defisit yang ada.

Karena dia beralasan semakin lama klaim rumah sakit dan obat-obatan yang tidak dibayarkan oleh BPJS Kesehatan akan berdampak pada kualitas layanan dan berpengaruh pada kesehatan masyarakat dan bahkan bisa mengancam jiwa pasien. (Sulvi Sofiana)

 

Artikel ini diambil dari https://keuangan.kontan.co.id/news/dirut-bpjs-kesehatan-pemerintah-akan-suntik-lagi-dana-rp-56-triliun