Bisnis.com, JAKARTA–Pemerintah baru akan memutuskan wacana menaikkan subsidi solar menjadi Rp2.000 per liter dari semula Rp500 per liter setelah laporan kinerja APBN kepada DPR RI.

Suahasil Nazara, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), membenarkan adanya wacana menaikkan subsidi solar dua hingga tiga kali lipat dari subsidi saat ini yakni Rp500 per liter.

“Namun itu masih dalam proses diskusi, hitungannya sudah ada tetapi bagaimana efeknya kepada APBN, saya rasa kami harus menunggu laporan resmi semester I/2018,” ungkap Suhasil kepada Bisnis, Jumat (1/6).

Laporan resmi ini akan disampaikan kepada DPR RI pada bulan Juli mendatang. Dalam konteks ini, dia mengatakan pemerintah tengah berupaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat karena ini berpengaruh kepada konsumsi masyarakat. Seperti diketahui, konsumsi masyarakat berada di posisi yang ‘flat’ yakni 4,95%-5%.

“Kita ingin meningkatkan itu, tetapi paling tidak, [angka] itu tidak boleh turun kalau bisa naik lebih besar,” ujarnya. Salah satu komponen mendongkrak adalah menjaga harga bahan bakar minyak (BBM), terutama premium dan solar.

Hal ini, kata Suahasil, yang membuat pemerintah menahan harga jual bahan bakar di dalam negeri baik premium dan solar di tengah harga BBM di pasar global yang naik. Dari Januari- April 2018, pemerintah menghitung kenaikan minyak mentah sekitar US$64 per barel. Kemungkinan besar, perhitungan pemerintah untuk bulan Mei akan kembali meningkat karena harga minyak sempat menyentuh US$80 per barel, sebelum turun ke kisaran US$70 per barel.

Sementara itu, asumsi ICP dalam APBN 2018 hanya sekitar US$48 per barel. Ketika harga riil berada jauh di atas asumsi, ada dua efeknya bagi pemerintah. Pemerintah mendapatkan peningkatan penerimaan dari pajak dan PBNP dari perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau produsen. Selain itu, ada selisih nilai tukar akibat pelemahan rupiah yang menyebabkan penerimaan pemerintah meningkat.

Adapun dari sisi pengeluaran, Suahasil menuturkan pemerintah tidak memiliki pengeluaran karena subsidi solar masih dalam posisi Rp500 per liter karena Pertamina yang menanggung selisih harga dalam negeri dan harga internasional.

“Tapi kalau APBNnya aman, karena premium subsidinya 0 dan solar itu Rp500 per liter fixed,” kata Suahasil. Untuk subsidi 2018, dia mengungkapkan pemerintah sudah melakukan pembayaran kepada Pertamina sesuai dengan alokasi dalam anggaran, sekalipun ada kekurangannya akan dihitung dan disesuaikan hingga akhir tahun ini.

Jika wacana peningkatan subsidi direalisasikan, Suahasil menuturkan anggaran peningkatan subisidi akan dihitung setelah adanya audit dan pembayarannya akan dilakukan pada anggaran 2019.

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik di Universitas Gajah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menuturkan subsidi solar yang ditingkatkan ini dilakukan pemerintah untuk menjaga inflasi atau dengan kata lain untuk menjaga daya beli masyarakat. Saat ini, dia melihat pemerintah tidak memiliki pilihan lain.

“Saya rasa timing-nya sudah tepat. Saya tidak yakin harga minyak dunia naik lagi mencapai US$80 per barel,” ujar Tony.

 

Artikel ini diambil dari http://finansial.bisnis.com/read/20180601/10/801954/bkf-kepastian-tambahan-subsidi-solar-tunggu-laporan-apbn-ke-dpr