Bisnis.com, JAKARTA — Kasus penganiayaan oleh anak salah satu pegawai Ditjen Pajak dan gaya hidup mewah pejabat negara berpotensi mempersulit peningkatan kepatuhan sukarela atau voluntary compliance masyarakat dalam membayar pajak. Dalam jangka panjang, kondisi itu bisa menjadi masalah serius bagi penerimaan negara.
Hal tersebut disampaikan oleh Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono. Menurutnya, masyarakat meluapkan berbagai berbagai ekspresi kekecewaan terhadap pemerintah akibat sejumlah kasus pajak, hingga muncul seruan boikot bayar pajak.
Menurutnya, seruan itu memang tidak akan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan negara, karena struktur pendapatan bergeser kepada pajak pertambahan nilai (PPN) yang diperoleh langsung dari konsumsi. Namun, terdapat persoalan serius dari sisi kepercayaan publik, baik dalam hal pembayaran pajak maupun kepercayaan secara umum kepada pemerintah.
Prianto menyebut bahwa terdapat paradigma petugas pajak merupakan cop atau aparat berwenang yang mengawasi gerak-gerik masyarakat, sedangkan wajib pajak merupakan robber atau orang yang melakukan kesalahan. “Jika paradigma petugas pajak sebagai ‘cop’ dan wajib pajak sebagai ‘robber’, efeknya akan tidak baik.
Wajib pajak akan terus dicurigai mengemplang pajak sehingga perlu penegakan hukum dengan cara pemeriksaan atau bahkan penyidikan. Cara demikian akan akan memunculkan enforced compliance,” ujar Prianto kepada Bisnis, dikutip pada Senin (6/3/2023). Prianto yang juga Founder PT Pratama Indomitra Konsultan menyatakan bahwa pemerintah justru harus membangun paradigma service and trust atau pelayanan dan kepercayaan, bukan justru melanggengkan paradigma cop and robber.
Dalam jangka panjang, kepercayaan publik yang baik akan meningkatkan kesukarelaan untuk membayar pajak, sehingga dapat mendukung berbagai tujuan negara. Namun, jika pemerintah justru menunjukkan contoh tidak baik dan penggunaan keuangan negara yang tidak optimal, kepercayaan publik menjadi taruhannya.
“Artinya, perbaikan pelayanan, kemudahan administrasi, perlakuan adil, dan kepastian hukum harus terus ditingkatkan. Dengan demikian, trust dari wajib pajak akan meningkat sehingga tercipta voluntary compliance,” ujar Prianto.
Artikel ini diambil dari: https://ekonomi.bisnis.com/read/20230306/259/1634270/akademisi-ui-kasus-pejabat-pajak-tekan-voluntary-compliance-masyarakat.