KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pajak bukan hanya sebagai sumber penerimaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak memegang peranan penting dalam upaya menjaga dan pemulihan ekonomi.

“Pajak diharapkan bukan hanya berperan sebagai instrumen pembiayaan dalam APBN, namun Pajak harus dapat berperan besar dalam memberikan stimulus secara menyeluruh terhadap Pemulihan Ekonomi Nasional khususnya di masa pandemi,” sambung Direktur Penyusunan APBN Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rofiyanto dalam membuka acara Perbincangan Santai Belajar dan Berdiskusi (PSBB), Selasa (6/7).

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal menyampaikan bahwa pajak memegang peranan krusial di dalam APBN dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini. Hal ini tercermin dari kontribusi pajak yang semakin meningkat pada sektor penerimaan negara. Namun demikian, di masa pandemi saat aktivitas ekonomi terdisrupsi cukup dahsyat, penerimaan pajak terkontraksi.

Untuk menghindari perekonomian terkontraksi lebih dalam, Yon bilang pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan dan paket stimulus antara lain melalui perpajakan. Beberapa kebijakan di sektor perpajakan antara lain berupa pemberian insentif bagi pekerja di sektor yang terdampak langsung oleh pandemi melalui fasilitas pajak DTP PPh 21, penurunan tarif PPh Badan, pembebasan PPh 22 Impor, pembebasan pajak impor alat kesehatan dan vaksin.

Dengan kebijakan stimulus ekonomi melalui perpajakan tersebut, diharapkan dunia usaha dapat kembali menggeliat, iklim investasi kembali kondusif, kesejahteraan masyarakat meningkat, dan UMKM dapat berkembang. Pada tahun 2020, insentif pajak yang dikeluarkan oleh pemerintah terbukti telah dimanfaatkan dan membantu lebih dari 460.000 Wajib Pajak.

“Hal tersebut menjadi bukti bahwa pemerintah merespon pandemi ini dengan sangat baik dari sisi ekonomi, sekaligus menunjukkan bahwa perpajakan berperan cukup sentral dalam pemulihan ekonomi di masa pandemi,” kata Yon, Selasa (6/7).

Namun demikian, pemerintah menyadari bahwa perlu terus dilakukan reformasi di bidang perpajakan. Pandemi diharapkan menjadi momentum untuk melakukan reformasi struktural sehingga diharapkan kinerja perpajakan akan semakin baik dan tax ratio dapat terus ditingkatkan.

Pada kesempatan yang sama, Artidiatun Adji, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada memberikan pandangan bahwa beberapa negara di dunia juga telah meluncurkan kebijakan fiskal di masa pandemi khususnya di bidang perpajakan. Adaptasi terhadap kebijakan menjadi kunci kesuksesan dan keberhasilan implementasi dari kebijakan tersebut.

Dukungan yang lebih spesifik menjadi pembeda dalam hal kebijakan bagi negara-negara yang termasuk kategori negara berkembang. Kebijakan yang dapat dijadikan rujukan antara lain kebijakan stimulus fiskal oleh Amerika Serikat (AS) yang berupa beberapa rangkaian kebijakan pelonggaran pajak dan tunjangan bagi masyarakatnya.

Adapun bentuk dari pelonggaran yang dilakukan oleh pemerintah AS antara lain berupa pelonggaran pajak untuk tunjangan manfaat pengangguran. Selain itu, beberapa paket stimulus berupa pemberian subsidi kepada sekolah dan pusat perawatan anak juga diberikan oleh Pemerintah AS.

Di sisi lain, Indonesia masih terus mengalami tantangan dalam hal perpajakan antara lain berupa rendahnya tax ratio dan kesulitan menggali potensi perpajakan. Untuk itu, perlu dilakukan reformasi di bidang perpajakan secara menyeluruh salah satunya melalui perluasan pengenaan cukai bagi produk-produk tertentu contohnya minuman manis dalam kemasan, dan pemberian insentif perpajakan bagi produk-produk ramah lingkungan.

Artikel ini diambil dari: https://nasional.kontan.co.id/news/pemerintah-beberkan-peran-pajak-selama-pandemi-corona