KONTAN.CO.ID – NUSA DUA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, banyak negara berkembang yang mengalami kesulitan dalam menerapkan standar pajak internasional, jika dibandingkan dengan negara maju.
Menurutnya, negara berkembang diperkirakan mengalami kerugian pendapatan yang relatif lebih besar dari penghindaran perpajakan. Oleh karena itu, partisipasi negara berkembang tersebut harus di dengar dan diperhatikan.
“Khususnya, partisipasi mereka harus sepenuhnya diintegrasikan ke dalam proses pengambilan keputusan sehingga mereka dapat memiliki pengaruh langsung dalam membentuk aturan pajak internasional menjadi erosi dasar. Keamanan publik, keselamatan dan memastikan lapangan bermain yang setara,” tutur Sri Mulyani dalam agenda Tax Symposium di Nusa Dua, Bali pada Kamis (13/7).
Sri Mulyani menuturkan, pengaturan perpajakan internasional seharusnya berfungsi sebagai solusi global dalam menghadapi berbagi tantangan.
Untuk itu, sangat penting membangun konsensus tentang standar yang ditetapkan melalui pendekatan inklusif, dengan mempertimbangkan kapasitas dan kebutuhan negara berkembang, serta negara-negara yang paling terkendala. Sehingga tidak ada lagi negara yang tertinggal.
Ia menambahkan, koordinasi kerangka kerja inklusif Base erosion and profit shifting (BEPS) (Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) G20 di masa yang penuh tantangan ini telah membawa kemajuan dalam mengatasi tantangan pajak yang timbul dari digitalisasi digital ekonomi.
“Kami menyadari perkembangan yang dilakukan pada pilar II perpajakan, khususnya rilis petunjuk teknis yang rinci dan komprehensif tentang pengoperasian aturan hukum dan hasil perbankan. Kami menantikan pencapaian kemajuan yang lebih substansial, serta finalisasi. aturan substantif di bawah pilar I,” jelasnya.
Sebagai informasi, pertemuan G20 pada Februari lalu, negara-negara G20 membahas kesepakatan perpajakan internasional yang mencakup dua pilar perpajakan yang diharapkan bisa diterapkan pada tahun 2023.
Sri Mulyani juga mengatakan, pihaknya mendukung implementasi solusi pilar II yang cepat dan konsisten serta tindakan lainnya. Menurutnya, dalam perpajakan internasional tersebut perlu di catat bahwa setiap negara pasti berbeda menghadapi tantangnya masing-masing.
Selain itu, negara berkembang juga banyak mengalami hambatan untuk menerapkan sistem perpajakan masing-masing. Oleh karena itu, menurutnya sangat penting negara berkembang ikut berpartisipasi dalam merancang standar pajak internasional agar menjadi lebih baik.
“Dengan begitu kita dapat melaksanakan dan mengambil manfaat dari langkah-langkah pengembangan taksi secara efektif,” imbuhnya.
Artikel ini diambil dari: https://nasional.kontan.co.id/news/sri-mulyani-sebut-negara-berkembang-sulit-hadapi-standar-perpajakan-internasional