Bisnis.com, JAKARTA – Meski sudah berlalu lebih dari setahun, pemerintah gagal membujuk wajib pajak yang belum merealisasikan komitmen repatriasi untuk menuntaskan kewajibannya.
Padahal, dari aspek waktu pemerintah telah memberikan kelonggaran kepada WP sampai dengan 31 Desember 2017 dari yang seharusnya berakhir pada 31 Maret 2017.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Hestu Yoga Saksama menyatakan otoritas pajak tetap menindaklanjuti data tersebut. Meskipun sebenarnya dalam Pasal 12 UU No.11/2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty, repatriasi diatur hanya sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
“Setelah jangka waktu itu, apabila tidak merealisasikan repatriasi atau repatriasinya sudah terlambat. Atas harta bersih tambahan dianggap sebagai suatu penghasilan tahun pajak 2016 serta dikenai pajak dan sanksi non TA,” kata Yoga kepada Bisnis, Selasa (28/12/2018).
Yoga menolak jika pihaknya dianggap tak tegas menindak WP yang tak memenuhi komitmen tersebut. Ditjen Pajak menurutnya sampai saat ini terus meneliti satu per satu laporan realisasi pengalihan dan investasi dana repatriasi yang wajib disampaikan WP pada akhir Maret atau akhir April 2018 kemarin. Penelitian data WP tersebut dilakukan sekaligus untuk mencocokan data WP dengan bank gateway.
Walau demikian, otoritas pajak tak menyangkal jika telah mengidentifikasi WP yang telah memenuhi komitmen repatriasi maupun yang mengingkari komitmen tersebut. Namun demikian, pihaknya tak serta merta melakukan enforcement, mereka perlu memastikan bahwa WP yang akan ditindak secara undang-undang perpajakan tersebut benar-benar tepat.
“Ini untuk memastikan secara cepat, WP yang gagal repatriasi untuk selanjutnya ditindaklanjuti dengan pemeriksaan dan penetapan pajaknya. Jadi prosesnya masih terus berjalan,” jelasnya.
Seperti diketahui hasil pengampunan pajak, meski deklarasi harta mencapai Rp4.884 triliun, namun rata-rata WP baru mendeklarasikan 60% dari total harta mereka. Selain itu, dari Rp147 triliun komitmen repatriasi, hanya Rp138 triliun yang terealisasi. Artinya ada selisih Rp9 triliun yang belum direalisasikan.
Sebelumnya Managing Partner Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan pemerintah seharusnya konsisten dengan tujuan tax amnesty (TA). Pasalnya, TA merupakan kesempatan terakhir bagi wajib pajak yang selama ini tidak patuh untuk menjadi patuh.
“Jadi, untuk menjaga kepercayaan wajib pajak yang sudah patuh selama ini, pemerintah tidak ada pilihan untuk menindak secara tegas melalui pemeriksaan terhadap wajib pajak yang tak patuh ketika sudah diberikan kesempatan TA,” kata Darussalam.
Dia mengatakan tujuan utama TA adalah agar WP yang belum atau tidak patuh menjalankan kewajiban perpajakannya diberi kesempatan untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan tarif yang lebih rendah daripada tarif normal.
Oleh karena itu, bagi wajib pajak yang tidak patuh dan tidak mengikuti TA atau yang mengikuti TA tetapi tidak benar, seharusnya ditindaklanjuti dengan pemeriksaan.
Darussalam menyebut pemeriksaan tersebut perlu dilakukan supaya tercipta perlakuan yang adil antara wajib pajak yang patuh dan tidak patuh. “Artinya, wajib pajak patuh harus diberikan apresiasi dan wajib pajak tidak patuh harus diberikan sanksi, ” tegasnya.
Artikel ini diambil dari http://finansial.bisnis.com/read/20180828/10/832547/pemerintah-gagal-bujuk-wajib-pajak-tarik-harta-ke-indonesia