KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Neilmaldrin Noor menjelaskan empat faktor latar belakang munculnya rencana memperluas objek pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap kebutuhan pokok atau sembako dan jasa kena pajak.
Rencana kebijakan tersebut tertuang dalam perubahan kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Neilmaldrin menerangkan penambahan objek PPN dikarenakan telah terjadinya distorsi ekonomi, karena adanya tax incidence sehingga harga produk dalam negeri tidak dapat bersaing produk impor. Apalagi pemungutan pajak selama ini dinilainya tidak efisien, pemberian fasilitas memerlukan SKB dan SKTD yang menimbulkan cost administrasi.
“Perubahan ketentuan di dalam PPN ini,kami mempertimbangkan untuk melakukan perluasan basis pengenaan PPN dan menciptakan sistem pemungutan PPN yang lebih efisien, ya tadi ada administrasinya, dengan pengecualian-pengecualian,” kata Neilmaldrin dalam Konferensi Pers, Senin (14/6).
Kedua, pemerintah menilai selama ini pengecualian PPN yang berlaku tidak mencerminkan rasa keadilan atas objek pajak yang sama dikonsumsi oleh golongan penghasilan yang berbeda. Sebab sama-sama dikecualikan dari pengenaan PPN.
Dus, perluasan objek PPN pada dasarnya harus mempertimbangkan prinsip ability to pay atau kemampuan membayar pajak para wajib pajak atas barang/jasa yang dikonsumsi.
“Maka harus ada pembeda antara kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat secara umum, dengan kebutuhan pokok yang tergolong premium. Karena penghasilan yang mengonsumsinya berbeda-beda. Jadi untuk keadilan,” ujar Neilmaldrin.
Kendati begitu, Neil belum dapat merinci sembako primer jenis apa saja yang akan masuk dalam daftar pengenaan PPN. Namun dia mencontohkan untuk daging wagyu yang dijual eksklusif di pasar modern akan dikenakan PPN. Sementara itu, untuk daging sapi yang dijual di pasar tradisional akan tetap bebas PPN.
Tak hanya itu, ia menegaskan adanya wacana perluasan objek PPN tentunya tidak akan mencederai ekonomi masyarakat kelas menengah-bawah. Ketiga apabila dibandingkan negara-negara lain tarif PPN Indonesia termasuk relatif rendah. “Rata-rata tarif PPN negara OECD mencapai 19% sedangkan negara BRICS sebesar 17%,” ucap dia.
Neilmaldrin menambahkan beberapa negara pun menggunakan PPN sebagai salah satu instrumen dalam rangka merespon pandemi covid-19 dan mengoptimalkan penerimaan negara. Hal ini sejalan dengan banyak kebutuhan pendanaan dan penanganan covid-19 di masing masing negara.
“Kemudian juga tarif standar ppn di 127 negara yaitu sekitar 15,4% dan juga banyak negara yang kemudian meninjau ulang tarif PPN dalam rangka menjaga prinsip netralitas,” kata Neilmaldrin.
Keempat, terkait C efisicency PPN Indonesia baru 0,6% atau 60% dari total PPN yang seharusnya bisa dipungut. Hal ini lebih rendah dibandingkan negara seperti Singapura, Thailand, dan Vietnam sudah lebih tinggi mencapai 80%.
“Dari berbagai hal yang tadi saya sampaikan dan ini menjadi bahan diskusi oleh pemerintah untuk melihat Apakah kita bangsa Indonesia ini bisa menggunakan salah satu opsi sebagai PPN sebagai salah satu respons untuk menghadapi situasi yang ada saat ini. Apalagi penerimaan pajak dari PPN cukup dominan kurang lebih sekitar 42% dari total penerimaan kita,” ucap dia.
Adapun sebagaimana perubahan UU tersebut pemerintah akan memperluas objek kena pajak baik berupa barang maupun jasa antara lain barang kebutuhan pokok atau sembako, dan barang pertambangan.
Dari sisi jasa, pemerintah akan menarik pajak atas jasa pelayanan kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa asuransi, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum darat dan air, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, dan jasa pengiriman uang dengan wesel pos.
Lebih lanjut, beleid tersebut juga mengubah tarif PPN menjadi 12% dari yang saat ini berlaku sebesar 10%. Namun, di saat bersamaan pemerintah juga akan mengatur kebijakan PPN multi tarif yakni tarif rendah 5% dan tarif tinggi 25% untuk barang/jasa tertentu.
Artikel ini diambil dari: https://newssetup.kontan.co.id/news/ini-empat-faktor-yang-menjadi-latar-belakang-munculnya-rencana-perluasan-objek-ppn?page=all