Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akan menempatkan perusahaan penyedia perdagangan melalui sistem elektronik sebagai salah satu sumber data pihak ketiga guna memaksimalkan potensi penerimaan pajak, sejalan dengan pesatnya perkembangan transaksi digital di Tanah Air.
Rencana tersebut tertuang dalam laporan Pendalaman Perpajakan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan pada tahun ini. Dalam dokumen yang diperoleh Bisnis, terdapat empat poin utama yang akan dilakukan oleh otoritas pajak untuk mendulang penerimaan di sektor ekonomi digital.
Pertama adalah pencarian data pihak ketiga; kedua yaitu pemetaan pelaku ekonomi digital; dan ketiga adalah penggalian potensi pelaku ekonomi digital, dan keempat mengusulkan regulasi khusus.
“[Usulan regulasi untuk] mengidentifikasi hal-hal yang perlu diatur lebih lanjut melalui penyampaian data transaksi perdagangan melalui sistem elektronik [PMSE],” tulis laporan Ditjen Pajak yang dikutip Bisnis, Minggu (4/4). Namun, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor tidak bersedia memberikan penjelasan saat ditanya terkait dengan penyampaian data PMSE tersebut.
Sejauh ini, data pihak ketiga yang berasal dari instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 228/PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan.
Merujuk pada regulasi tersebut, terdapat sekitar 69 ILAP yang wajib menyetorkan data terkait perpajakan kepada Ditjen Pajak. Meski demikian, daftar yang terlampir tersebut ILAP yang tercantum masih didominasi oleh instansi pemerintahan.
Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute Wahyu Nuryanto mengatakan, Ditjen Pajak memang seharusnya memperbarui data dan informasi perpajakan dengan menyesuaikan perkembangan atau tren bisnis terkini.Dalam hal ini, otoritas pajak perlu memperluas cakupan keterbukaan data dan informasi perpajakan tersebut dengan menambah jumlah ILAP yang wajib lapor. “ILAP ini sebaiknya jangan dikunci atau dibatasi.
Perlu ada fleksibilitas bagi Dirjen Pajak untuk meminta akses informasi ke berbagai ILAP di berbagai sektor, tidak hanya sektor perbankan dan telekomunikasi,” kata dia. Menurutnya, PMK No. 228/PMK.03/2017 perlu direvisi untuk memberikan kewenangan lebih bagi Ditjen Pajak untuk bisa masuk ke sektor-sektor usaha yang selama ini belum terjamah sistem.
Hal ini penting untuk mengidentifikasi dan memperluas basis pajak. Adapun sektor digital, kata Wahyu, sudah seharusnya masuk dalam daftar mengingat makin banyak PMSE yang ditunjuk oleh pemerintah menjadi pemungut pajak pertambahan nilai (PPN). “Hanya saja yang perlu diperhatikan, jangan sampai kewajiban ini membebani ILAP. Perlu dibuat skema atau prosedur yang simpel dan tidak merepotkan ILAP,” ujar Wahyu. Dia menambahkan kewajiban pelaporan secara konvensional atau manual sudah tidak lagi relevan di zaman yang serba digital dan terkoneksi internet.
Pada intinya, kata Wahyu, jika akses sudah terbuka, Ditjen Pajak wajib memiliki big data serta sistem collect data dan informasi perpajakan yang otomatis dan canggih, tidak hanya mengandalkan laporan dari wajib pajak atau ILAP.
Artikel ini diambil dari: https://ekonomi.bisnis.com/read/20210405/259/1376474/ditjen-pajak-bakal-pasang-pmse-sebagai-sumber-informasi-transaksi-digital.