KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Indonesia resmi menandatangani Multilateral Instrument Subject to Tax Rule (MLI STTR). Dengan ini Indonesia akan segera mengadopsi pilar 2 yang merupakan bagian dari kesepakatan global untuk meminimalkan kompetisi tarif pajak yang tidak sehat.
Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman menjelaskan MLI STTR akan menyasar perusahaan multinasional yang memiliki usaha di Indonesia. Artinya dasar perhitungannya dapat dihitung dari total investrasi asing ke Indonesia.
Meski begitu, menurut Raden, angka tersebut pastinya akan lebih besar jika mengetahui detail berapa angka total biaya bunga, total biaya royalti dan total biaya jasa manajemen intragrup yang dilaporkan PMA di Indonesia. Sayangnya, sampai saat ini Direktorat Jenderal Pajak belum membuat perkiraan potensi pajak dari MLI STTR.
Menurut Raden, ini merupakan langkah strategis bagi Indonesia untuk memerangi penghindaran pajak. Berdasarkan tax treaty sebelum MLI, perusahaan multinasional seringkali menghindari pajak di negara sumber dengan cara membebankan biaya bunga pinjaman dan royalti, atau jasa manajemen kepada anak perusahaan.
Beberapa kasus, induk membuat skema pinjaman dalam mata uang US Dollar yang tidak pernah dibayar oleh anak tetapi pinjaman US Dollar tersebut memberikan andil kerugian selisih kurs. Sehingga si anak yang ada di Indonesia rugi dan tidak bayar PPh Badan.
“MLI STTR akan memagari praktek-praktek penghindaran pajak, diharapkan akan tercipta keadilan dalam pemajakan secara global. Inilah tujuan dari BEPS yang diinisiasi oleh OECD,” ungkapnya.
Di sisi lain, MLI STTR ini juga memiliki konsekuensi, dimana akan banyak transaksi internasional dimaksud yang akan dikenai pajak baru. Sebelumnya, dengan memanfaatkan kelemahan tax treaty, mereka tidak bayar, setelah berlakunya MLI STTR akan dikenai pajak oleh Indonesia.
MLI akan memberikan tambahan pajak sebesar 9% atas penghasilan tertentu berupa transaksi royalti, bunga, dan beberapa jenis jasa intragrup yang dibayarkan ke negara mitra tax treaty jika negara mitra tersebut mengenakan pajak kurang dari 9%.
“Perubahan ketentuan ini pastinya akan mengubah pola transaksi perusahaan multinasional. Mereka tentu masih mencari celah agar di negara sumber tidak dikenai pajak,” ujarnya.
Artikel ini diambil dari: https://nasional.kontan.co.id/news/ri-adopsi-pilar-2-perpajakan-internasional-ada-potensi-tambahan-penerimaan-pajak