Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah hanya membatasi pemanfaatan fasilitas fiskal berupa tarif 3 persen lebih rendah dari tarif normal kepada emiten yang melakukan pembelian kembali saham maksimal sampai 30 September 2020.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.29/2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
“Jadi emiten di bursa yang sudah memanfaatkan tarif PPh Badan 3 persen lebih rendah dari tarif normal, tetap dapat memanfaatkan tarif tersebut walaupun melakukan buy back sahamnya yang menyebabkan saham publik menjadi kurang dari 40 persen,” kata Direktur Penyuluhan Pelayanan & Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama, Minggu (21/6/2020).
Yoga, menjelaskan batas waktu untuk melakukan buy back adalah akhir September dan fasilitas tarif pajak 3 persen lebih rendah ini tetap akan berlaku untuk tahun pajak 2020, 2021 dan 2022. Menurutnya, saham harus dijual kembali paling lambat 30 September 2022, sehingga dapat memenuhi persyaratan seperti di PP 56/2015 tersebut.
Namun jika ketentuan ini tidak dilakukan, maka tarif pajak 3 persen lebih rendah tidak dapat diterapkan untuk tahun pajak 2023. Sementara bila buy back dilakukan setelah 30 September 2020 dan menyebabkan persyaratan untuk memanfaatkan tarif pajak 3 persen lebih rendah tidak terpenuhi, maka fasilitas tersebut tidak dapat dimanfaatkan pada tahun ini.
Adapun pemberian fasilitas pajak bagi emiten yang melakukan pembelian kembali saham dengan batas waktu 30 September 2020, mengacu pada penetapan masa darurat pandemi Covid-19 yang ditetapkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
“Betul sekali (terkait darurat covid – 19) 6 bulan dari Maret – September 2020. [Fasilitas yang lain bisa diperpanjang], untuk buy back sesuai sesuai PP 29/2020, tidak,” tukasnya.
Artikel ini diambil dari: https://ekonomi.bisnis.com/read/20200621/259/1255670/pengurangan-pph-hanya-berlaku-untuk-buy-back-maksimal-30-september-2020