KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Penerimaan pajak sampai dengan akhir April 2020 tercatat turun 3,09% secara tahunan. Namun, di tengah lesunya pos penerimaan pajak terbesar itu, dua sektor usaha yakni manufaktur dan jasa keuangan masih bisa menopang kinerja pajak di saat empat sektor lain yang kontraksi.
Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan, penerimaan pajak sepanjang Januari sampai dengan April 2020 sebesar Rp 376,67 triliun. Berdasarkan jenis dunia usaha, realisasi penerimaan pajak sektor industri manufaktur senilai Rp 108,36 triliun setara 29,5% dari total realisasi penerimaan pajak.
Secara pertumbuhan sektor padat karya ini tumbuh 4,68% secara year on year (yoy). Untuk sektor jasa keuangan dan asuransi pada periode sama mencapai Rp 57,88 triliun dengan kontribusi 15,6% terhadap total penerimaan pajak. Kinerja sektor tersebut tumbuh 8,16% secara tahunan.
Di sisi lain, penerimaan pajak sektor perdagangan sebesar Rp 73,92 triliun, turun 4,83% yoy, sektor konstruksi dan real estat senilai Rp 22,52 triliun, turun 4,61% yoy, sektor transportasi dan pergudangan mencapai Rp 16,97 triliun dengan penurunan 2,95% yoy. Sedangkan, sektor pertambangan mencatatkan kontraksi terdalam mencapai 27,55% dengan realisasi penerimaan senilai Rp 16,46 triliun.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, pencapaian sektor manufaktur utamanya didorong oleh melambatnya restitusi sektoral. Dus, penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dari sektor manufaktur masih terjaga. Selain itu, penerimaan pajak juga ditopang dengan produk domestik bruto (PDB) riil yang tumbuh 2,06% yoy pada kuartal I-2020.
Sektor jasa keuangan dan asuransi masih tumbuh sejalan dengan indikator PDB sektoral. Indikator ini menyebutkan bahwa sektor jasa keuangan dan asuransi merupakan sektor dengan pertumbuhan tertinggi pada kuartal I-2020. Sehingga dampak positifnya masih berlangsung sampai dengan April 2020.
Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), di tengah kondisi perlambatan ekonomi Indonesia yang pada kuartal I-2020 tumbuh 2,97% secara tahunan, sektor ini mampu tumbuh 10,67% secara tahunan.
“Jasa keuangan dan asuransi tumbuh karena masih terus beroperasi. Sektor ini bisa terus bergerak dan menciptakan nilai tambah. Karena itu kita mesti usahakan penanganan pemulihan ekonomi bisa memperhatikan sektor jasa keuangan,” kata Suahasil dalam konferensi pers APBN Mei, Rabu (20/5).
Staf Ahli Menteri Keuangan Yon Arsal menambahkan dalam situasi pandemi saat ini otoritas pajak terus memantau perkembangan ekonomi yang berlangsung. Yon menyampaikan saat ini memang beberapa dunia usaha merasakan dampak ekonomi yang cukup dalam, tapi sektor lain masih menunjukkan potensinya.
Mengingat masih ada potensi penerimaan pajak, Yon bilang extra effort Ditjen Pajak tetap melakukan pengawasan kepada wajib pajak sampai dengan pemeriksaan, tapi dengan cara yang berbeda. Sebab, beberapa kegiatan ekstensifikasi dengan tatap muka pada saat ini tidak bisa dilakukan karena adanya protokol kesehatan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
“Pembelajaran dari Covid-19 ini tentu akan memengaruhi Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak ke depan dalam optimalisasi penerimaan. Sehingga menyesuaikan dengan kondisi cara bekerjanya yang akan berubah. Dinamika cepat terjadi, dari pusat sampai Kantor Pelayanan Pratama (KPP) akan memantau penerimaan pajak saat ini,” kata Yon.
Industri manufaktur sulit dipertahankan
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan perlu diwaspadai bahwa kinerja sektor manufaktur akan menurun pada Mei 2020. Sebab, potensi perlambatan seiring dengan Purchasing Manager’s Index (PMI) Indonesia yang mulai di bawah level 50, yakni Maret di level 45,3 dan April yakni 27,5.
Darussalam menambahkan indikasi lain juga terlihat dari penurunan pos pajak penghasilan (PPh) Badan serta mulai terganggunya kegiatan ekonomi seiring dengan adanya PSBB. Ini sejalan dengan menurunnya aktivitas konsumsi rumah tangga sebagai motor penggerak industri manufaktur.
Darussalam mengatakan, penerimaan sektor jasa keuangan akan relatif stabil. Krisis kali ini lebih memukul sektor riil dan belum terlalu berdampak bagi kegiatan finansial.
“Saya rasa pertumbuhan kedua sektor tersebut bisa jadi dipengaruhi oleh relaksasi dan stimulus yang dilakukan oleh pemerintah. Namun, bukan satu-satunya. Untuk sektor manufaktur saya menduga pertumbuhannya bisa jadi negatif di periode selanjutnya,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Minggu (24/5).
Darussalam mengimbau pemerintah perlu untuk menjaga kinerja pos penerimaan PPN meski tren hingga April 2020 memang terdapat indikasi penurunan. “Walau demikian, saya percaya bahwa kegiatan konsumsi mungkin berkurang tapi tidak akan terpengaruh banyak. Hal yang membedakan ialah perubahan cara konsumsi yang kini semakin bergeser kepada sektor digital. Oleh karena itu, strategi untuk memajaki PPN PMSE adalah langkah jitu,” kata dia.
Artikel ini diambil dari: https://nasional.kontan.co.id/news/industri-manufaktur-dan-keuangan-penopang-penerimaan-pajak?page=all