KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ambisi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memiliki holding asuransi BUMN akan segera terwujud. Rencananya holding yang berisikan perusahaan-perusahaan asuransi pelat merah ini terbentuk September 2019.
“Pembentukan Holding asuransi ditargetkan rampung September atau paling lambat Oktober 2019,” terang Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol Kementerian BUMN Ferry Andrianto kepada Kontan.co.id, Senin (2/9).
Awalnya Kementerian BUMN menunjuk PT Jasa Raharja (Persero) sebagai induk holding asuransi. Namun rencana itu berubah karena Jasa Raharja dinilai sebagai perusahaan asuransi wajib yang tidak leluasa untuk melakukan akuisisi bisnis atau aksi korporasi lain.
Maka itu, pemerintah ingin Jasa Raharja tetap fokus memberikan program asuransi wajib, khususnya asuransi kecelakaan lalu lintas. Kementerian BUMN kemudian menunjuk PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) sebagai induk holding asuransi BUMN. Penunjukan ini telah melalui kajian yang matang.
Kajian holding ini melibatkan beberapa lembaga, yakni Kementerian BUMN, perusahaan pelat merah terkait seperti Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan serta konsultan yang ditunjuk.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wirasakti menjelaskan induk holding harus 100% dimiliki oleh negara untuk menghindari potensi dilusi kepemilikan saham atas seluruh anggota holding.
“Kami juga memperhatikan ketentuan Single Presence Policy terkait dengan maksimum kepemilikan holding pada tiap jenis perusahaan asuransi sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Perasuransian pasal 16 ayat 1 dan 2,” kata Nufransa.
Penunjukan holding juga mempertimbangkan kapasitas keuangan dan likuiditas sehingga diharapkan dapat melakukan fund raising untuk menutupi kebutuhan modal anggota holding. Selain itu harus memiliki teknologi informasi yang memadai yang dapat mengintegrasikan sistem antara seluruh anggota holding dan membentuk data besar ekosistem asuransi.
Serta memiliki jejak rekam yang baik dan persepsi positif dari pasar untuk menghindari sentimen negatif dari dunia usaha. Menurut Nufransah, pembentukan holding asuransi ini untuk menjawab beberapa tantangan di industri asuransi Indonesia.
Pertama, kata dia, industri asuransi dalam negeri mengalami keterbatasan kapasitas dan rendahnya rating sehingga terbatas dalam menyerap retensi dalam negeri.
Di samping itu, terdapat beberapa risiko spesifik dengan nilai pertanggungan besar yang belum mencapai skala ekonomi, misalnya asuransi satelit dalam negeri sehingga diperlukan reasuransi ke luar negeri.
Alasan lainnya, karena masih rendahnya tingkat penetrasi pasar asuransi di Indonesia dibandingkan dengan tingginya kehadiran perusahaan asuransi multinasional. Hal ini menunjukkan bahwa masih besarnya potensi pasar asuransi yang belum dapat diambil oleh perusahaan asuransi nasional.
Pertimbangan terakhir, Nufransah menyebut persaingan antar perusahaan BUMN di industri asuransi dimungkinkan karena tidak terdapatnya kepemimpinan sektor sehingga mengurangi potensi pendapatan yang diperoleh.
“Pembentukan holding BUMN asuransi dan penjaminan diharapkan dapat mencakup penyusunan kembali bisnis yang dapat memberikan manfaat yang optimal bagi industri asuransi secara umum,” pungkasnya.